Tandaseru — Dalam pidatonya saat peringatan Hari Buruh Internasional di Lapangan Monas, Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmen pemerintah untuk menghapus sistem kerja outsourcing di Indonesia. Outsourcing sendiri merupakan sistem kerja di mana perusahaan menggunakan tenaga kerja dari perusahaan lain (vendor atau penyedia jasa).
Langkah penghapusan outsourcing ini
dianggap sebagai bagian dari reformasi ketenagakerjaan yang lebih berkeadilan, sekaligus meningkatkan kesejahteraan pekerja. Sebelum wacana ini bergulir di tingkat pemerintahan, PT Nusa Halmahera Minerals (NHM) telah lebih dahulu menerapkan kebijakan serupa.
Sejak saham perusahaan tersebut diakuisisi oleh Indotan Halmahera Bangkit (IHB) yang dimiliki pengusaha nasional Haji Romo Nitiyudo Wachjo atau Haji Robert pada tahun 2020, NHM telah menghapus sistem outsourcing dan mengangkat seluruh tenaga kerja outsourcing menjadi karyawan tetap.
Langkah NHM menghapus sistem outsourcing telah sesuai dengan semangat keadilan yang diharapkan dalam regulasi ketenagakerjaan.
Kuasa Hukum NHM, Iksan Maujud, menyebutkan keputusan perusahaan ini tidak hanya mempertimbangkan efisiensi bisnis, tetapi juga aspek perlindungan hukum bagi pekerja.
“Meskipun outsourcing memiliki keuntungan dari sisi fleksibilitas bagi perusahaan, dampak negatifnya lebih besar terhadap pekerja. Mereka mengalami ketidakpastian pekerjaan dan tidak mendapatkan hak-hak dasar seperti jaminan kesehatan, tunjangan pensiun, atau kesempatan untuk naik jabatan,” jelasnya.
Ketua Serikat SPKEP SPSI NHM, Rusli A Gailea, menekankan pentingnya status karyawan tetap dalam menjamin kesejahteraan pekerja.
“Pekerja outsourcing memiliki risiko tinggi terkait masa depan pekerjaan mereka. Setelah kontrak berakhir, mereka harus mencari pekerjaan baru. Dengan dihapuskannya outsourcing di NHM, seluruh pekerja kini memiliki status Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), yang menjamin stabilitas dan perlindungan jangka panjang bagi mereka,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja PK FPE KSBSI NHM, Andi Mochtar, menyatakan penghapusan outsourcing di NHM memberikan dampak sosial yang sangat positif.
“Pekerja outsourcing sering kali mengalami diskriminasi dibandingkan karyawan tetap, baik dari segi tunjangan maupun jenjang karier. Dengan kebijakan ini, mereka kini memiliki hak yang sama dan kesempatan berkembang di perusahaan,” tegasnya.
Keputusan NHM menghapus sistem outsourcing menjadi preseden penting bagi dunia usaha di Indonesia. Dalam konteks hukum ketenagakerjaan, kebijakan semacam ini menunjukkan perusahaan dapat tetap menjalankan operasional bisnis dengan efisien tanpa harus bergantung pada sistem outsourcing yang merugikan pekerja.
Jika regulasi penghapusan outsourcing oleh pemerintah benar-benar diterapkan secara nasional, maka perusahaan di berbagai sektor harus melakukan penyesuaian, baik dalam hal perekrutan maupun dalam memberikan perlindungan bagi pekerja. Dalam hal ini, NHM telah menjadi contoh bagaimana perusahaan dapat tetap produktif dengan seluruh tenaga kerja berstatus karyawan tetap tanpa perlu bergantung pada sistem kontrak outsourcing. Dengan adanya kebijakan semacam ini, lingkungan kerja di Indonesia ke depan diharapkan menjadi lebih stabil, berkeadilan, dan meningkatkan kesejahteraan pekerja secara keseluruhan.
Penghapusan sistem outsourcing berkaitan dengan regulasi ketenagakerjaan di Indonesia. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjadi dasar utama bagi sistem kerja di Indonesia, termasuk dalam pengaturan tenaga kerja outsourcing. Berdasarkan Pasal 64 Undang-undang tersebut, outsourcing hanya diperbolehkan untuk pekerjaan yang
tidak berhubungan langsung dengan bisnis utama perusahaan, seperti jasa keamanan, kebersihan, katering, dan transportasi. Namun, banyak perusahaan selama ini masih menggunakan sistem outsourcing untuk pekerjaan inti mereka, sehingga memunculkan perdebatan mengenai hak pekerja outsourcing yang sering kali kurang mendapatkan perlindungan yang sama seperti karyawan tetap.
Kemudian, dalam perkembangan regulasi, Undang-undang Cipta Kerja atau UU No. 11 Tahun 2020 mengubah beberapa ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan terkait outsourcing. Melalui regulasi ini, sistem outsourcing tidak hanya terbatas pada pekerjaan yang tidak berhubungan langsung dengan inti bisnis perusahaan, tetapi bisa mencakup berbagai pekerjaan lain, selama dilakukan oleh perusahaan penyedia jasa tenaga kerja.
Meski UU Cipta Kerja memperluas cakupan outsourcing, banyak pihak tetap mendorong pembatasan sistem ini agar pekerja mendapatkan kepastian kerja, jaminan sosial, dan perlindungan ketenagakerjaan yang lebih baik.
Tinggalkan Balasan