Mobil sepuh itu nyatanya begitu tangguh membelah jalanan sirtu menuju Gane Luar. Kiri kanan jalan dipenuhi perkebunan sawit milik PT Gelora Mandiri Membangun.

Perkebunan Sawit di Desa Gane Dalam. (tandaseru/Sahril Abdullah).

Kurang setengah jam kami tiba di Gane Luar, Kecamatan Gane Timur Selatan. Kami lalu melengkapi bahan-bahan untuk dibawa ke Kepulauan Widi; beras, sagu, rokok, dan BBM untuk mesin genset dan perahu fiber.

Nun jauh di timur, bayangan Kepulauan Widi tampak. Bagai rerumputan hijau mencuat dari dalam laut.

Pak Abdillah meminjamkan kami perahu fibernya, lengkap dengan motorisnya, Om Halil. Kami juga memboyong Mama Ia (Rahia Ishak), mama piara yang akan mengurus kami selama di pulau.

Hari sudah sore ketika kami membelah lautan menuju nusa Widi. Angin selatan pancaroba bertiup dan ombak mulai mengayun perahu.

Perahu milik nelayan di Kepulauan Widi. (tandaseru/Ika Fuji Rahayu).

Di masa teduh, pelayaran Gane Luar-Widi dengan perahu fiber bisa ditempuh dalam waktu 1 jam, bahkan kurang jika mesin perahu ditambah. Namun kami butuh waktu sekitar 2 jam kala itu.

Kepulauan Widi terdiri atas tiga gugusan atol besar: Dodawe Weda, Dodawe Gane (Daga), dan Kapuraca. Setidaknya terdapat 99 pulau -besar dan kecil- dalam gugusan itu.

Di peta, Kepulauan Widi terletak di kaki Pulau Halmahera, pulau terbesar Maluku Utara.

Lautan teduh menyambut kami begitu tiba di atol pertama, Dodawe Weda. Hanya ada satu dua rumah nelayan di sini. Rata-rata tak berpenghuni ketika kami tiba.

Dodawe Weda mayoritas dipenuhi mangrove yang tumbuh di atas karang. Tak ada sumber air tawar sehingga tak banyak ditinggali nelayan.