Sekilas Info

Memahami Banda Naira dari Jejaknya

Mansyur Armain. (Istimewa)

Sedangkan kata “Banda” boleh juga direvisi dari nam-nama sebelumnya, yaitu, Wandan, Andare, dan Andan. Sebuah perubahan yang rumit sehingga melahirkan istilah arti yang benar-benar baru. Perlu ada penelusuran yang ketat soal ini. Tidak sekadar perubahan pelafalan dari “Banda” yang adalah “kota perdagangan” menjadi “Banda” misalnya.

Hal itu dipertegas lagi Muhammad, sebagaimana dikutip Des Alwi, kata “Nira” berarti “maju”. Beberapa tokoh agama Banda menyebutkan asal kata “Nira” dari bahasa Arab yaitu Nayira, dari kata dasar Nur, yang artinya “cahaya yang berpendar”. Maka penyebutan kata “Banda Naira” memunculkan dua kemungkinan maka sekaligus; pertama bermakna “Banda sebagai pulau yang dimiliki tokoh Nira”. Atau kedua, bermakna “Banda”sebagai kota pelabuhan yang bercahaya.

Dari penamaan kata Banda Naira itu, Des Alwi dalam buku Sejarah Maluku Banda Naira, Ternate, Tidore, dan Ambon, mencoba mengartikan, bahwa gugusan Kepulauan Banda Naira ialah Des Alwi dilahirkan. Ia mengatakan, nama Banda Naira sama artinya dengan mengucapkan nama kelahiran.

Ikatan emosional dan kultur tidak pernah luntur dengan tanah kelahiran. Adapun pulau yang terdapat di Banda Naira, seperti Pulau Naira, Pulau Banda Besar, Pulau Hatta, Pulau Ai, Pulau Run, Pulau Gunung Api, Pulau Sjahrir, Pulau Nailaka, Pulau Manukang, dan Pulau Karaka.

Di Pulau Manukang, Nailaka, dan Pulau Karaka tidak berpenduduk sementar 7 pulau lainnya mempunyai 10 desa, 7 desa diantaranya mempunyai kampung adat. Kampung adat Namasawar di Pulau Naira, terdiri dari 3 desa, yakni Nusantara, Merdeka, dan Rajawali.

Penulis Belanda, Valentijn, pada abad ke-17, menyatakan bahwa pemisahan antara Ulilima dan Ulisiwa terjadi karena kekuasaan atas Pulau Seram, Ambon dan pulau-pulau di sekitarnya berada di bawah kerajaan-kerajaan Ternate dan Tidore.

 

Selanjutnya 1 2 3 4 5