Tandaseru — 67 orang diduga keracunan akibat akibat makanan yang disajikan perusahaan tambang PT Bhakti Pertiwi Nusantara (BPN) melalui subkontraktornya. Perusahaan ini beroperasi di kecamatan Weda Utara, kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara.
Selain karyawan, keluarga karyawan juga ikut keracunan lantaran memakan makanan yang dibawa pulang karyawan ke rumah.
Kasi Humas Polres Halmahera Tengah Ramly Suleman ketika dikonfirmasi mengungkapkan, adanya dugaan keracunan massal yang diderita 67.
“Mereka di antaranya laki-laki dewasa 54 orang sebagai karyawan tambang, perempuan 5 sebagai ibu rumah tangga, serta anak 6, dan balita 2,” katanya.
“Keracunan itu mengakibatkan karyawan TID dan masyarakat Desa Fritu mengalami muntah, pusing dan buang-buang air, sakit perut,” sambung Ramly.
Dia bilang, Subsektor Weda Utara tengah berkoordinasi dengan pihak perusahaan dan Puskemas Sagea untuk menangani para korban.
“Pasien yang dirawat sebelumnya mengonsumsi makanan (sarapan pagi) dari pihak perusahaan,” akunya.
Salah satu balita yang jadi korban terpaksa dirujuk ke RSUD Weda untuk penanganan lebih lanjut.
“Untuk sementara ini masih dalam pemeriksaan sampel oleh anggota Reskrim Halteng,” tandasnya.
Sementara salah satu korban, Ferlianti (30 tahun), mengungkapkan ia memakan makanan yang dibawa pulang suaminya. Suaminya adalah karyawan PT BPN.
“Makanan itu saya pe laki yang bawa dari perusahaan. Saya dan anak langsung makan, tiba-tiba rasa pusing dan perut sake,” akunya.
Ia bilang, putrinya tengah dirawat di Puskesmas Sagea, sedangkan ponakannya Krisia Manuela (5 tahun) ditangani pihak RSUD Weda.
“Ponakan saya sementara sudah dirujuk dan ditangani di RSUD Weda,” paparnya.
Ferlianti mengaku, ini bukan kali pertama keluarganya keracunan akibat makanan yang dibawa pulang suaminya dari tempat kerja.
“Sudah berapa kali kami mengalami keracunan. Tetapi kali ini memang sangat membahayakan sehingga kami dirawat oleh petugas kesehatan,” tandasnya.
Sementara itu, Humas PT BPN Ardifan saat dikonfirmasi meminta awak media menghubungi pihak subkontraktor.
“Karena kami juga belum monitoring yang sesungguhnya. Soalnya tadi kami ada mediasa massa aksi oleh warga tadi,” ujarnya.
Tinggalkan Balasan