Oleh: Bung Opickh
Penulis Buku
________
KALI ini, mari kita berbincang tentang pers. Apa itu pers? Apakah pers sebatas profesi yang liput-meliput? Ataukah semacam anggur yang jika diminum membuka cakrawala kita untuk berbicara yang sejujurnya tentang realitas. Atau sebaliknya semacam racun hemlock yang diminum Socrates? Tidak pers adalah ujung tombaknya kebenaran dan demokrasi.
Secara etimologi kata “pers” berasal dari bahasa Belanda, “pers” yang berarti “tekan” atau “cetak” dalam bahasa Inggris “press”. Secara umum pers dikenal sebagai media massa, lembaga sosial atau wahana komunikasi yang melaksanakan kegiatan jurnalistik; mencari, memperoleh, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi.
Pers tak sekadar menyampaikan informasi tentang realitas sosial tetapi lebih inheren pers adalah instrumen yang menegakkan keadilan, mengungkapkan kebenaran, mempertahankan kebenaran dan konsisten tanpa ada tawar menawar dalam mengungkap kebenaran itu sendiri. Ini yang hendaknya dipahami oleh kita semua sebagai mahluk yang berpikir, rasional dan berintegritas.
Bayangkan jika pers tidak konsisten terhadap kebenaran: kebohongan bisa menjadi pembenaran, tirani bisa menjadi baik, kesolehan bisa menjadi petaka dan bahkan kebebasan bisa interprestasi menjadi kekacauan. Itulah kenapa pers memiliki peran yang amat vital. Ia ibarat optik yang menelisik partikel atau seperti teropong yang digunakan para astronot.
Pers tak bisa dipandang receh atau asal-asalan, sebab koherensi antara pikiran, perkataan, tindakan dan peristiwa terletak pada integritas reporter atau wartawan yang merupakan subjek dari pers itu sendiri. Dulu di era Yunani kuno, Socrates telah memerankan karakter terbaik dari pers. Kematian Socrates disebabkan karena kebiasaannya menyampaikan informasi tentang kebenaran kepada masyarakat.
Ia mengajak agar masyarakat mestinya berpikir kritis, rasional dan objektif tetapi dianggap sebagai ancaman. Socrates diadili oleh pengadilan Athena dengan dua tuduhan utama: merusak pemikiran para pemuda Athena dan tidak menghormati para dewa yang diakui negara. Dengan vonis hukum mata (meminum racun Hemlock). Ia memberikan contoh kepada sejarah tentang pentingnya mempertahankan prinsip, tentang pentingnya integritas.
Moral yang dapat diambil sebagai seorang pers adalah sekalipun kematian sebagai sangsinya kebenaran mesti dipertahankan. Apalagi dalam kehidupan negara yang demokratis, pers menjadi nadi yang membentuk kebebasan berekpresi dalam menyampaikan pikiran, pendapat, kritikan. Karena hanya dengan begitu demokrasi dapat berjalan beriringan dengan keadilan dan kesejahteraan sosial. Tanpa pers perubahan hanyalah dongeng dalam cerita fiksi Harry Potter.
Tanpa pers kebebasan individu akan disabotase. Tanpa pers demokrasi kehilangan kompas, tanpa pers ustadz dan pendeta bisa ke penjara, orang benar bisa disalahkan dan perampok bisa dibenarkan. Seperti yang terjadi kepada Émile Zola seorang menulis dan wartawan. Suatu hari dia menyoroti kasus Alfred Dreyfus, yang difitnah menjadi spionase Rusia.
Padahal dia adalah seorang perwira di militer Prancis tetapi pengadilan mendakwanya sebagai hanya karena dia seorang Yahudi, meski tak bersalah. Zola menerbitkan berita pembelaannya di surat kabar L’Aurore pada tanggal 13 Januari 1898. Ia ditangkap, lalu dibawa ke penjara akibat tuduhan pemfitnahan melalui tulisannya di media. Teman-temannya berjuang untuk membebaskannya tapi tak ada kompensasi hingga presiden berganti barulah Zola dibebaskan.
Emile Zola adalah salah satu wartawan terbaik yang pernah ada di Eropa abad ke 19. Konsistensi dan kepekaannya dalam mengungkap kebenaran menjadikannya sebagai salah satu orang sangat berpengaruh dalam sejarah meletakkan fondasi kebebasan berdemokrasi. Namanya menjelma bagaikan selir dalam asmara, bagaikan cahaya dalam kegelapan dan bagaikan oasis ditengah-tengah kekeringan akan kebebasan.
Penulis berharap melalui momentum hari kebebasan Pers sedunia, 03 Mei 2025. Agar semua insan pers kembali ke sejarah, kembali berintrospeksi untuk menjadi ujung tombaknya demokrasi. Menjadi Jibril yang selalu mengabarkan kebenaran dan menjadi paripurna di hari yang sempurna ini. Sebab tanpa Pers, esok tak akan pernah ada yang namanya perdamaian dan kebebasan.
“Selamat hari Pers Sedunia, 03 Mei 2025”. Teruslah mengabarkan kebenaran sebagai ujung tombaknya Demokrasi. (*)
Tinggalkan Balasan