Oleh: Hendra Karianga
Dosen Pascasarjana Fakultas Hukum Unkhair Ternate
_______
SUMBER daya alam pertambangan merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Kuasa, diperuntukan untuk kehidupan kemanusian dan keadilan sosial. Allah menciptakan langit dan bumi serta segala isinya dengan tujuan agar manusia yang diciptakan dapat mengelola dengan baik untuk kehidupan penciptaan-Nya.
Tujuan itu telah teramanatkan dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yakni UUD NRI 1945 pada Pasal 33 ayat (3) yang menegaskan “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Hal ini merupakan pesan dan amanat penting dari Tuhan dan Negara untuk pemerintah dan rakyat Indonesia. Pesan dan amanat penting tersebut saat ini sudah mulai sirna bahkan terlupakan. Banyak perusahaan yang mendapat izin mengelola tambang lebih mengedepankan business orientation dengan menggali tambang, mengola dan menjualnya, tanpa memperhatikan tujuan pengelolannya. Mereka lupa bahwa tambang
(sumber daya alam) adalah karunia dari Tuhan diperuntukan untuk penciptan-Nya. Allah
dan negara hadir untuk kesejahteraan rakyat dalam hal ini tambang yang berkeadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Di Indonesia ada begitu banyak perusahaan tambang yang mengelola sumber daya
alam pertambangan mulai dari logam mulia, nikel, batu bara dan batu-batuan yang
bernilai ekonomis untuk dijual, seperti beberapa perusahaan penulis sebutkan yakni PT
Freeport Indonesia di Papua, PT Aneka Tambang milik pemerintah, PT Weda Bay Nickel
di Halmahera Tengah, PT Harita Group di Halmahera Selatan dan PT Nusa Halmahera
Mineral (NHM) di Halmahera Utara. Masing-masing perusahaan tersebut mengelola
tambang dengan paradigma yang berbeda. Ada yang mengelola tambang mengedepankan
business orientation, mengejar keuntungan sebesar-besarnya bagi perusahaan tanpa peduli
pada aspek sosial dan kemanusiaan, ada yang mengedepankan business and social
humanitarian orientation, mengejar keuntungan tapi tidak melupakan kehidupan kemanusiaan. Kemanusiaan yang dimaksud adalah hakikat manusia sebagai ciptaan Allah, di sini letak perbedaan mendasar yang harus dibedah.
Ketika pengelolaan tambang menyimpang dari hakikat Allah, dan menyimpang dari amanat konstitusi, maka dampak dari penyimpangan adalah kerusakan alam dan lingkungan, serta manusia yang diciptanya kehilangan hak-hak dasar yang dimiliki, pertanyaan di mana kedaulatan negara hadir atas bumi air dan kekayan alam yang dimilikinya? Celakanya pemerintah yang memegang otoritas untuk menegakkan hukum dan keadilan lingkungan bagi manusia bungkam. Ada badai kerusakan lingkungan menghadang di depan, banjir badang, danau serta laut yang tercemar, lingkungan
perkampungan yang rusak, rakyat kehilangan hak-hak atas tanah, penggusuran tanpa
alasan hukum yang jelas, masyarakat lingkar tambang yang miskin dan termarginalkan.
Celakanya lagi jika diselidiki, pemerintah sebagai pemegang otoritas kekuasaan tersebut juga ikut main gila dengan perusahaan-perusahaan tambang yang mengelola tambang yang hanya mengejar business orientation. Pada tahap ini jangan heran jika Allah mulai murka atas semuanya.
Paradigma Mengelola Tambang PT Nusa Halmahera Mineral (NHM)
PT Nusa Halmahera Mineral (NHM) adalah perusahaan pertambangan yang melakukan eksploitasi pertambangan emas, berdasarkan kontrak karya dengan pemerintah Indonesia sejak April 1997. Keberlangsungan usaha PT Nusa Halmahera Mineral (NHM) pada bidang pertambangan mengalami perubahan paradigma usaha setelah PT Nusa Halmahera Mineral (NHM) diakusisi oleh PT Indotan Halmahera Bangkit tahun 2020. Ketika itu mayoritas saham beralih kepemilikan dari yang sebelumnya oleh
Newcrest Mining Ltd, kepada PT Indotan Halmahera Bangkit. Kala itu kepemilikan PT Nusa Halmahera Mineral (NHM) secara hukum investasi menjadi milik PT Indotan Halmahera Bangkit dimana CEO adalah Haji Romo Nitiyudo (Robert). Perubahan paradigma mengelola tambang sebagai wujud tanggungjawab kepada masyarakat, dari obsesi pure business orientation ke business and social humanitarian orientation.
Menurut CEO NHM Haji Romo Nitiyudo (Robert) perubahan itu ia lakukan karena ia mau
membangun NHM dengan hati, dan berkeinginan masyarakat di sekitar lingkar tambang
menjadi sejahtera. Bahkan lebih dari itu, NHM harus berkontibusi dalam pembangunan sosial dan kemanusiaan bagi bangsa Indonesia. Sejak diakuisisi oleh PT Indotan Halmahera Bangkit, CEO Haji Romo Nitiyudo (Robert) mengubah paradigma pengelolaan tambang, sebagaimana telah dijelaskan di atas dari business orientation ke business and social humanitarian orientation. Di dalamnya lingkungan dan pembangunan kesejahteraan termasuk pendidikan. Dalam suatu diskusi penulis menanyakan kepada CEO Haji Romo Nitiyudo (Robert), ia menjelaskan bahwa NHM setelah diakusisi awalnya mengalami masalah keuangan sebagai dampak manajemen lama. Akan tetapi dengan mengubah paradigma, Allah berpihak pada tujuan mulianya yakni tambang untuk kesejahteraan rakyat sebagaimana citra awal penciptaan Allah atas alam semesta. Sebagai bukti ketika COVID-19, NHM menggelontorkan dana sebessar 22.000.000 $ AS atau sebesar Rp 341.000.000.000. Jumlah dana tersebut termasuk besar semuanya dilakukan oleh CEO NHM Haji Romo Nitiyudo (Robert) karena ia mencintai ciptaan Allah.
Tinggalkan Balasan