Warga berkumpul di masjid kemudian bersama-sama membaca Sarawa Anam, kisah Nabi Muhammad dan kisah para nabi. Pembacaan syair dan zikir untuk mengeluarkan rasa kagum, gembira kepada Nabi. Biasaya, Sarawa Anam dibaca oleh pengurus imam masjid. Kemudian, Coka Iba dilepaskan oleh Bobato Sangaji pada petang fajar tiba, setelah salat subuh.
Mendengar lantunan zikir yang dibacakan oleh Imam Masjid, Bobato, Sangaji Maba, warga menyiapkan peraga Coka Iba. Mulai dari topeng setan, jubah sampai rotan. Coka Iba dilepaskan di lorong-lorong kampung untuk mencari warga yang berkeliaran agar mengejar dan memukul pakai rotan kayu, bambu dan sejenisnya tanpa mengenal.
Warga yang melihat Coka Iba merasa takut, bergegas lari mengamankan diri di dalam rumah. Siapa saja yang melihat topeng setan pasti merasa takut, penuh was-was. Sejumlah kesiapsiagaan dipersiapkan untuk menghindar. Topeng setan selama tiga hari berlalu lalang di tengah-tengah jalan dan lorong-lorong desa. Seperti cerita orang Maba, Desa Sangaji, Soagimalaha ketika merayakan maulid nabi tepat Oktober 2022.
Coka Iba biasanya dielaborasi dengan musik tarian lala (tarian adat orang Fagogoru). Dirayakan oleh anak muda laki-laki, perempuan, orang tua maupun akan-anak. Antusiaisme warga berpartisipasi ikut memakai topeng setan, jubah putih bahkan pakaian daster untuk menyambut hari lahir Nabi Muhammad.
Ritual Melur kuno ini dilakukan sudah ribuan tahun. Tuturan sejarah bahwa awal mula ritual orang Weda, Patani, Maba bermula pada tahun 1100 Masehi. Tahun periode ekspansi agama Islam masuk di wilayah pesisir Negeri Gamrange. Zaman ketika Rajaman berkuasa di teluk pesisir negeri Fagogoru. Rajaman Strio penguasa di Mobon, Rajaman Kasuro penguasa Foton sedangkan Rajaman Suta Raja Mauraja penguasa di Were atau Weda. Dikutip dari Buku Mef Nama Asli Cokaiba oleh Abd. Samad Addin (GamalamaNews.Com, 30 Desember 2017).
Tinggalkan Balasan