Tandaseru — Manajemen Malut United FC angkat bicara soal demo Koalisi Pemberantasa Korupsi (KPK) di kota Ternate. Dalam demo tersebut, nama Malut United disangkutpautkan dengan dugaan kasus korupsi renovasi Gelora Kie Raha sebagai homebase klub dan pembelian lahan training ground.
Wakil Manajer Malut United Asghar Saleh dalam siaran persnya menyatakan, sebagai sebuah klub profesional, Malut United merasa dirugikan karena disangkutpautkan dengan kasus dugaan korupsi.
“Masyarakat memang berhak mengawasi jalannya pemerintahan, tetapi itu dilakukan dengan transparan dan dibekali data yang benar. Dan tidak secara tendensius menuding pihak tertentu tanpa dasar. Terkait pembelian lahan untuk training ground di kelurahan Sango, itu murni investasi dari Malut United FC untuk kepentingan pengembangan sepakbola di Maluku Utara,” terang Asghar, Jumat (13/6/2025).
“Saya tegaskan, tak ada sepeserpun dana pemerintah dalam pembebasan lahan training ground. Kami bersusah payah mencari lahan selama setahun di Ternate, sampai dapat lahan ini dan dibebaskan. Jika tak punya data, jangan omong kosong dan menyebar fitnah,” tegasnya.
Asghar menjelaskan, sebagai klub profesional yang bertujuan mengangkat martabat dan jadi kebanggaan Maluku Utara, Malut United punya visi sosial membina anak-anak Maluku Utara agar jadi pemain sepak bola profesional yang bisa bermain di level dunia.
Misi Malut United adalah membangun sepak bola mulai dari usia dini 8 tahun dengan prioritas anak yatim piatu. Butuh investasi sekitar 10-20 tahun, dan saat ini Malut United dalam proses akhir untuk kerja sama dengan salah satu akademi sepak bola terbaik di dunia.
“Karena itu kami membangun tempat latihan sendiri dengan fasilitas lengkap. Selama ini kami juga sangat kesulitan di Ternate karena tak ada tempat latihan yang representatif,” tambahnya.
Terkait renovasi Gelora Kie Raha, Asghar menegaskan seluruh biaya investasi berasal dari Malut United.
“Kami juga punya MoU dengan Pemkot terkait pengelolaan stadion Gelora Kie Raha, jadi bukan asal-asalan digunakan,” bebernya.
Dasar dari MoU itu menyebabkan setiap pertandingan Liga 1 di Gelora Kie Raha ada kewajiban untuk membayar pajak tontonan, di mana selama ini kewajiban itu selalu dipenuhi.
“Sekali lagi, kalau tidak punya dasar, jangan membawa nama Malut United. Puluhan miliar dana renovasi gelora diberikan dan kami tak punya keuntungan apapun,” ungkap Asghar.
Manajemen Malut United memberikan waktu tiga hari kepada pimpinan KPK untuk memberikan klarifikasi terkait tudingan kepada klub.
“Jika dalam tiga hari tak ada klarifikasi, Senin besok kami akan laporkan ke Polda terkait pencemaran nama baik,” ujar Asghar.
Ia menambahkan, kehadiran Malut United dalam dua tahun di level nasional dengan membawa nama daerah semata untuk kepentingan sosial. Tak ada sisi bisnisnya.
“Selama Liga 1 berlangsung di Ternate, ribuan anak yatim, anak SSB, anak sekolah dan tokoh agama kami gratiskan untuk menonton. Ini dilakukan agar sepak bola jadi hiburan dan motivasi untuk bangkit dan menjadikan hidup lebih baik di masa depan,” tuturnya.
“Kami juga tak punya kepentingan politik dan Malut United tak punya misi apapun selain bikin bahagia dan bangga orang Maluku Utara. Karena itu, kami menyesalkan aksi demo yang membawa nama Malut United dalam kepentingan politik,” tukas Asghar.
Jika kehadiran Malut United di Ternate tak mendapat dukungan dan terus dipertanyakan komitmennya, menurut Asghar, kemungkinan Malut United akan memindahkan homebase-nya dari Ternate.
“Apalagi musim depan sponsor utama Laskar Kie Raha berasal dari Maluku,” tandasnya.
Tinggalkan Balasan