Oleh: Jamin Hitimala

_______

SURGA wisata bahari Indonesia, Raja Ampat, kini menghadapi ancaman serius akibat aktivitas penambangan nikel yang semakin meluas di wilayah sekitar kawasan konservasi alam tersebut. Keindahan laut, terumbu karang, dan ekosistem bawah laut yang menjadi daya tarik utama wisatawan domestik maupun mancanegara, perlahan tergerus oleh dampak buruk eksploitasi tambang nikel.

Dalam beberapa tahun terakhir, permintaan global terhadap nikel untuk bahan baku baterai kendaraan listrik melonjak drastis. Hal ini mendorong pembukaan kawasan pertambangan baru, termasuk di wilayah pesisir Papua Barat Daya. Sayangnya, aktivitas tersebut tidak jarang dilakukan tanpa memperhatikan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Raja Ampat dikenal sebagai salah satu kawasan dengan keanekaragaman hayati laut tertinggi di dunia. Namun, keberadaan pertambangan nikel yang beroperasi di wilayah daratan sekitar kawasan konservasi mulai memunculkan kekhawatiran akan rusaknya ekosistem yang sudah dilestarikan selama bertahun-tahun. Aktivitas tambang nikel diduga bertentangan dengan berbagai regulasi nasional, antara UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta UU No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang secara tegas melarang aktivitas industri ekstraktif di wilayah konservasi dan pulau kecil seperti Raja Ampat. Dalam hal ini Pemerintah pusat harus menangani langsung dan menegakkan hukum lingkungan secara tegas terhadap perusahaan tambang yang terbukti mencemari wilayah wisata dan konservasi.

Jika tidak segera ditangani, kerusakan lingkungan di Raja Ampat bukan hanya akan mengancam sektor pariwisata, tetapi juga kehidupan masyarakat lokal yang bergantung pada laut sebagai sumber mata pencaharian utama.

Save Raja Ampat! (*)