Oleh: Kamirudin

Alumni S-2 Politik Lokal dan Otonomi Daerah UGM

________

DINAMIKA panjang Pilkada Bupati dan Wakil Bupati Pulau Taliabu tahun 2024 yang menguras banyak waktu, tenaga dan uang telah berakhir dengan dilantiknya Sashabila Widya L Mus dan La Ode Yasir sebagai Bupati dan Wakil Bupati Pulau Taliabu untuk masa jabatan tahun 2025-2030 oleh Gubernur Maluku Utara pada hari Senin, tanggal 26 Mei 2025. Pasangan nomor urut 1 ini memenangkan konstestasi pemilihan dengan perolehan suara sebanyak 15.068 suara atau 43,20%. Mengalahkan dua kandidat lainnya, yakni Citra Puspasari Mus dan La Utu Ahmadi (nomor urut 2) perolehan suara sebanyak 14.202 suara atau 40,72%, dan Abidin Jaaba dan Dedi Mirzan (nomor urut 3) dengan perolehan suara sebanyak 5.610 suara atau 16,08%.

Diketahui bersama, kontestasi Pilkada Bupati Pulau Taliabu Tahun 2024 setelah pencoblosan tanggal 27 November 2024 berujung gugatan ke Mahkamah Konstitusi sampai pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di sembilan TPS. Tidak sampai di situ, setelah pelaksanaan PSU pada hari Sabtu, tanggal 5 April 2025, masih terdapat gugatan yang dilayangkan oleh paslon nomor urut 2, walaupun pada akhirnya gugatan tersebut “tidak dapat diterima” oleh Mahkamah Konstitusi.

Setelah dilantik pada tanggal 26 Mei 2025, pasangan Bupati dan Wakil Bupati Pulau Taliabu, Sashabila Widya L Mus dan La Ode Yasir atau sebut saja SAYA TALIABU pasti menginginkan agar visi, misi dan janji selama masa kampanye dapat segera direalisasikan dengan “kabinet pilihan” yang kuat, solid, dan handal berdasarkan prinsip right man on the right place, serta mampu mengikuti ritme dan budaya kerja Bupati dan Wakil Bupati terpilih melalui tahapan meritokrasi yang ketat.

Tulisan singkat ini merupakan pendapat pribadi, mencoba meneropong beberapa kendala yang akan dihadapi oleh lemerintahan SAYA TALIABU pada tahun pertama fase kepemimpinan.

Tujuh Hambatan Mendasar

Pertama, sudah menjadi “rahasia umum” dalam setiap perhelatan Pilkada selalu ada polarisasi dukungan dari beberapa kelompok pendukung, khususnya “mesin birokrasi” pemerintahan. Secara kepartaian, Bupati Pulau Taliabu petahana Aliong Mus adalah Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Pulau Taliabu–notabene Partai Golkar adalah salah satu partai pengusung paslon nomor urut 2. Dukungan secara terbuka kepada paslon nomor 2 juga disampaikan beberapa hari menjelang pelaksanaan PSU di sembilan TPS, bahkan disiarkan secara live oleh salah satu media online nasional ternama.

Diakui atau tidak, pernyataan dukungan Bupati Pulau Taliabu Aliong Mus walaupun dalam kapasitasnya selaku Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Pulau Taliabu, biasanya diikuti oleh mesin birokrasi pemerintahan sebagai “kelompok terselubung”, khususnya barisan pegawai atau pimpinan SKPD yang “loyal” kepada bupati, dengan memanfaatkan pengaruh kekuasaan dan segala sumber daya, termasuk “APBD” untuk kepentingan pemenangan paslon yang didukung oleh bupati. Sehingga ketika SAYA TALIABU memenangkan kontestasi pemilihan, ada semacam kekhawatiran dari kelompok pegawai maupun pimpinan SKPD, khususnya yang “ketahuan” melanggar prinsip netralitas birokrasi. Secara tidak langsung hal ini memunculkan sikap “canggung” kerena merasa diri pada posisi yang “kalah”. Ada kekhawatiran apakah tetap dipakai atau pun diganti/mutasi (baca: di-nonjob-kan)? Dengan kata lain, pihak yang kalah biasanya membutuhkan waktu untuk menumbuhkan kembali semangat dan motivasi kerja maupun loyalitas kepada bupati dan wakil bupati terpilih. Persolan lainnya adalah muncul desakan dan tekanan dari “Kelompok Tim Sukses” untuk segera mengganti kabinet birokrasi.

Kedua, Pasal 162 ayat (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetepan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-undang, disebutkan: “Gubernur, Bupati atau Wali Kota yang akan melakukan pergantian Pejabat di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota, dalam jangka waktu 6 bulan sejak pelantikan harus mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri”. Proses pergantian ini hanya untuk mengisi jabatan yang lowong (kosong).

Dalam kaitan ini, Bupati dan Wakil Bupati Pulau Taliabu (Sashabila Widya L Mus dan La Ode Yasir) tidak bisa langsung melakukan pergantian pejabat tanpa persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri. Sebelum sampai pada persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri, harus melewati beberapa tahapan administrasi yang ketat di Badan Kepegawaian Negara dan Gubernur Maluku Utara. Dengan kata lain, proses pergantian 6 bulan setelah dilantik, walaupun bisa dilakukan tapi membutuhkan waktu dan tahapan administrasi yang cukup rumit dan panjang. Persoalan rumitnya proses pergantian pejabat juga dikeluhkan oleh beberapa kepala daerah hasil Pilkada Serentak Tahun 2024.

Ketiga, Bupati dan Wakil Bupati Pulau Taliabu terpilih dilantik pada tanggal 26 Mei 2025, atau sudah memasuki Triwulan kedua pengelolaan APBD Tahun Anggaran 2025, sehingga Program dan Kegiatan unggulan SAYA TALIABU tidak bisa terealisasi secara maksimal dalam Tahun Anggaran 2025. Kalaupun akan memasukan Program dan Kegiatan Prioritas, harus menunggu Perubahan APBD, dan “kalaupun” mau “membijaki” (tanpa menunggu Perubahan APBD) lewat Peraturan Bupati tentang Perubahan Rincian APBD, hal ini bisa berdampak “hukum” jika tidak dilakukan secara selektif dan tingkat urgensi kegiatan.

Keempat, Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2025 tanggal 22 Januari 2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, mengamanatkan agar dilakukan efisiensi terhadap belanja Pemerintah Daerah. Kebijakan efisiensi belanja dari Pemerintah Pusat secara tidak langsung terjadi “pengurangan” anggaran pada beberapa item APBD. Hal ini bisa berdampak pada ketidakleluasaan dalam penganggaran Program dan Kegiatan Prioritas SAYA TALIABU.

Kelima, visi, misi dan janji selama masa kampanye SAYA TALIABU harus dituangkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). RPJMD merupakan rencana 5 (lima) tahun yang menggambarkan visi, misi, dan program kepala daerah, serta tujuan, sasaran, strategi, dan arah kebijakan pembangunan daerah. Dokumen RPJMD adalah acuan Pemerintahan SAYA TALIABU selama masa jabatan 2025-2030. Proses penyusunan RPJMD harus melewati beberapa tahapan yang ketat untuk memastikan seluruh Program dan Kegiatan SAYA TALIABU bisa terangkum. Jika mengikuti siklus atau tahapan penyusunan RPJMD, dibutuhkan waktu kurang lebih 6 (enam) bulan untuk sampai pada tahapan Penetapan Perda tentang RPJMD. Dengan kata lain, RPJMD Pemerintahan SAYA TALIABU baru bisa dilaksanakan secara efektif mulai Tahun 2026.

Keenam, keterbatasan sumber daya manusia aparatur, kondisi infrastruktur jalan dan jembatan, sarana penerangan (listrik), jaringan telekomunikasi, termasuk fasilitas pemerintahan, pendidikan, sarana dan prasarana kesehatan yang belum memadai, bahkan masih terdapat beberapa Kantor SKPD dengan status “kontrak” rumah/gedung milik masyarakat. Belum lagi “beban hutang” peninggalan pemerintahan masa sebelumnya.

Ketujuh, sampai saat ini Kabupaten Pulau Taliabu masih berada dalam kategori daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terendah di Maluku Utara, masih tingginya angka stunting, persoalan tata kelola keuangan dan pemerintahan, bahkan menjadi satu-satunya daerah di Maluku Utara yang belum pernah mendapatkan predikat “Wajar Tanpa Pengecualian (WTP)” dari Badan Pemeriksa Keuangan.

Sejatinya, transisi pemerintahan baru setelah suksesi kepemimpinan adalah melanjutkan legacy pemerintahan. Dengan kata lain, melanjutkan hal-hal yang sudah bagus, dan memperbaiki atau membenahi semua masalah yang menjadi kebutuhan masyarakat yang belum sempat dilaksanakan oleh Pemerintahan sebelumnya.

Awal munculnya SAYA TALIABU di ranah politik lokal (Pilkada Kabupaten Pulau Taliabu), sosok Sashabila Widya L Mus menarik perhatian masyarakat sebagai figur pemimpin muda masa depan yang cerdas dengan kemampuan komunikasi yang handal, serta selalu mengedepankan politik gagasan yang santun dan visioner. Dipadukan dengan figur La Ode Yasir, dikenal masyarakat sebagai sosok low profile yang merakyat (humble), suka membantu, memegang teguh prinsip yang kuat dan tegas dalam mengambil keputusan.

Kombinasi kepemimpinan, ditambah jaringan koordinasi yang kuat SAYA TALIABU di level Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat, menjadi modal awal untuk memetakan (mapping) masalah-masalah yang ada di Pulau Taliabu, kemudian mencari strategi dan solusi yang tepat dalam mengotimalkan semua potensi kekuatan (strength) dan peluang (opportunity) yang ada, sehingga semua hambatan yang menjadi jalan terjal di fase awal memimpin Pulau Taliabu bisa diatasi.

Pada akhirnya, masyarakat Pulau Taliabu menaruh harapan besar pada Pemerintahan SAYA TALIABU. Terlebih sebagai anak kandung Tokoh Pemekaran Kabupaten Pulau Taliabu, Sashabila Widya L Mus pasti memiliki komitmen yang kuat dalam mewujudkan good and clean government agar Kabupaten Pulau Taliabu bisa maju dan berdiri sejajar dengan kabupaten maju lainnya di Indonesia sesuai harapan dan cita-cita yang diperjuangkan oleh Tokoh Pemekaran Kabupaten Pulau Taliabu, Ahmad Hidayat Mus. (*)