Oleh: Moh. Andhy Maulana

Mahasiswa PPS Prodi MSDM Unkhair

_______
MASALAH pengelolaan sampah merupakan tantangan serius yang dihadapi oleh banyak kota di Indonesia, termasuk Kota Ternate. Seiring dengan pertumbuhan penduduk, pesatnya aktivitas ekonomi, serta perubahan pola konsumsi masyarakat, volume sampah terus meningkat dari waktu ke waktu. Tanpa penanganan yang baik dan sistematis, sampah dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, mulai dari pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan, hingga penurunan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, 2021).

Dalam konteks ini, keberhasilan pengelolaan sampah tidak hanya bergantung pada infrastruktur fisik seperti armada pengangkut, tempat pembuangan akhir (TPA), atau fasilitas daur ulang. Faktor manusia atau sumber daya manusia (SDM) justru menjadi penentu utama yang sering kali luput dari perhatian. SDM yang profesional, kompeten, dan berkomitmen tinggi merupakan elemen kunci dalam membangun sistem pengelolaan sampah yang efektif, efisien, dan berkelanjutan (UNEP, 2016).

Perencanaan SDM menjadi titik awal dalam menciptakan sistem pengelolaan sampah yang terorganisir. Dengan perencanaan yang baik, pemerintah daerah dapat memetakan kebutuhan tenaga kerja sesuai dengan kondisi wilayah dan beban kerja di lapangan. Berapa jumlah petugas kebersihan yang dibutuhkan di setiap kelurahan? Apa saja kompetensi yang harus dimiliki oleh operator TPA atau petugas pengangkut? Bagaimana distribusi personel agar tidak timpang antara wilayah satu dan lainnya? Semua pertanyaan ini hanya bisa dijawab melalui perencanaan SDM yang matang dan berbasis data (BKN, 2022).

Perencanaan saja tidak cukup. Pengembangan SDM memegang peranan penting dalam meningkatkan kapasitas dan kualitas tenaga kerja yang sudah ada. Petugas kebersihan dan pengelola sampah perlu mendapatkan pelatihan secara berkala, baik dalam aspek teknis maupun non-teknis. Di sisi teknis, pelatihan tentang pemilahan sampah dari sumber, teknik pengolahan sampah organik, serta penggunaan alat atau teknologi pengelolaan sangatlah penting. Sementara dari sisi non-teknis, penguatan kemampuan komunikasi, edukasi masyarakat, dan kepemimpinan lapangan akan membantu menciptakan kerja yang lebih produktif dan kolaboratif (GIZ, 2020).

Fenomena empiris di Kota Ternate menunjukkan bahwa masih terdapat sejumlah tantangan nyata di lapangan. Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Ternate, jumlah timbulan sampah rumah tangga diperkirakan mencapai lebih dari 120 ton per hari. Namun, tidak semua sampah tersebut dapat terangkut dan dikelola secara optimal. Di sejumlah titik, terutama kawasan pasar dan pemukiman padat, masih sering ditemukan tumpukan sampah yang belum terangkut tepat waktu. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh keterbatasan armada, tetapi juga kekurangan tenaga kerja serta belum meratanya distribusi petugas kebersihan (DLH Kota Ternate, 2024).

DLH Kota Ternate memiliki peran sentral dalam menangani urusan pengelolaan sampah. Saat ini, jumlah aparatur sipil negara (ASN) yang tercatat di DLH adalah sebanyak 61 orang, seluruhnya merupakan pegawai negeri sipil (PNS). Jumlah ini terbilang terbatas jika dibandingkan dengan beban kerja di lapangan yang semakin meningkat. Oleh karena itu, DLH juga mengandalkan keberadaan tenaga non-ASN, seperti petugas kebersihan dan operator Tempat Pembuangan Akhir (TPA), yang direkrut melalui mekanisme kontrak kerja (DLH Kota Ternate, 2024).

Spesifikasi kerja para tenaga di DLH terbagi dalam beberapa bidang, antara lain pengelolaan sampah dan limbah B3, pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan, tata lingkungan, serta pertamanan dan pemakaman. Selain itu, DLH juga memiliki Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) seperti TPA Buku Deru-Deru yang bertanggung jawab terhadap operasional harian pengelolaan sampah. Tenaga kontrak yang direkrut di UPTD ini biasanya memiliki latar belakang pendidikan minimal SLTA/sederajat dan diharapkan mampu mengoperasikan peralatan serta memahami prosedur kerja di lapangan.

Banyak tenaga lapangan belum mendapatkan pelatihan teknis maupun non-teknis secara berkala. Mereka bekerja berdasarkan pengalaman, bukan karena dibekali pengetahuan atau keterampilan yang terstruktur. Padahal pelatihan tentang teknik pemilahan, pengolahan sampah organik, maupun penggunaan alat pengelolaan sampah sangat penting dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja (GIZ, 2020). Di sisi lain, aspek non-teknis seperti kemampuan komunikasi, kepemimpinan lapangan, dan edukasi masyarakat juga belum banyak disentuh dalam pengembangan SDM.

Selain itu, belum optimalnya sistem insentif dan apresiasi terhadap kinerja petugas kebersihan juga menjadi salah satu tantangan. Meskipun pekerjaan mereka sangat penting, banyak yang merasa kurang dihargai secara sosial maupun ekonomi. Meski Pemerintah Kota Ternate telah memberikan perlindungan melalui BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan, kebutuhan akan pemeriksaan kesehatan rutin dan peningkatan kesejahteraan masih menjadi hal yang mendesak untuk diperhatikan (DLH Kota Ternate, 2024).

Hal lain yang juga menjadi perhatian adalah minimnya tenaga penyuluh atau edukator lingkungan yang dapat mendampingi masyarakat dalam mengelola sampah di tingkat rumah tangga. Sosialisasi mengenai pemilahan sampah, daur ulang, dan pengurangan penggunaan plastik masih belum menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Akibatnya, budaya buang sampah sembarangan masih ditemukan di berbagai wilayah, terutama di daerah pesisir dan lingkungan pasar tradisional (KLHK, 2022).

Melihat kondisi tersebut, menjadi sangat jelas bahwa perencanaan dan pengembangan SDM bukanlah dua proses yang berdiri sendiri, melainkan saling terkait dan saling memperkuat. Perencanaan memberikan arah dan gambaran kebutuhan SDM yang spesifik, sementara pengembangan menjadi sarana untuk membentuk kompetensi dan karakter SDM sesuai dengan kebutuhan tersebut. Keduanya harus berjalan beriringan dan terintegrasi dalam kebijakan pengelolaan sampah daerah.

Di Kota Ternate, sinergi antara perencanaan dan pengembangan SDM dapat diwujudkan melalui penyusunan peta jalan (roadmap) pelatihan berbasis wilayah, penguatan kerja sama antara pemerintah daerah, lembaga pendidikan, LSM, dan komunitas lingkungan, serta pembentukan unit pelatihan teknis di bawah koordinasi Dinas Lingkungan Hidup. Selain itu, pemberian insentif, penghargaan, serta peningkatan kesejahteraan petugas kebersihan juga perlu menjadi bagian dari kebijakan pengembangan SDM yang berkelanjutan.

Dengan strategi perencanaan dan pengembangan SDM yang menyeluruh dan terarah, Kota Ternate dapat membangun sistem pengelolaan sampah yang tidak hanya efektif secara teknis, tetapi juga inklusif dan partisipatif. SDM yang berdaya, sadar lingkungan, dan terlatih dengan baik akan menjadi motor penggerak perubahan menuju kota yang lebih bersih, sehat, dan ramah lingkungan.

Permasalahan pengelolaan sampah di Kota Ternate tidak dapat diselesaikan hanya dengan menambah armada atau memperluas TPA. Kunci keberhasilannya terletak pada penguatan sumber daya manusia (SDM) yang terlibat langsung di lapangan. Perencanaan dan pengembangan SDM yang tepat akan menentukan efektivitas pengelolaan sampah secara keseluruhan.

Perencanaan SDM yang berbasis data akan membantu pemerintah dalam menentukan jumlah dan jenis tenaga kerja yang dibutuhkan, serta mendistribusikannya secara merata di seluruh wilayah. Di sisi lain, pengembangan SDM melalui pelatihan berkala, penyediaan insentif, serta peningkatan kesejahteraan akan meningkatkan kapasitas, motivasi, dan profesionalisme para petugas kebersihan.

Tanpa dukungan SDM yang kompeten dan berdaya saing, sistem pengelolaan sampah akan terus menghadapi kendala yang sama setiap tahunnya. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Ternate perlu menjadikan penguatan SDM sebagai pilar utama dalam kebijakan pengelolaan sampah, dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk lembaga pendidikan, LSM, komunitas, dan masyarakat. Dengan langkah konkret tersebut, Kota Ternate berpeluang besar mewujudkan tata kelola sampah yang bersih, sehat, dan berkelanjutan. (*)