Tandaseru — Sengketa lahan antara TNI AU dan warga delapan desa lingkar bandara Leo Wattimena Pulau Morotai, Maluku Utara, hingga kini belum ada titik penyelesaian. Sengketa lahan ini sudah berlangsung puluhan tahun.
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) antara Pemda Morotai, DPRD, Komite Perjuangan Masyarakat Lingkar Bandara (KPMLB), perwakilan empat kepala desa dan Kantor Pertanahan Morotai di kantor DPRD, Selasa (6/5/2025), Ketua KPMLB Luther Djaguna menegaskan penyelesaian sengketa lahan ini masih terus berlanjut.
“Yang diklaim 1.125 hektare oleh AURI, maka dia sudah mencakup desa Gotalamo, Muhajirin Baru, Joubela, Pandanga, Wawama, Darame dan beberapa desa lainnya. Jadi yang sudah disertifikatkan oleh AURI 681,7 hektare, tapi sudah diklaim 1.125 hektare,” kata dia.
Sementara yang belum bersertifikat 443,3 hektare. Luther bilang, warga lingkar bandara tetap bersikeras agar luas tanah tersebut tidak diklaim lagi oleh AURI.
“Masyarakat lingkar bandara menegaskan tanah tersebut kembalikan ke masyarakat dan pemerintah daerah. Jadi masyarakat lingkar bandara meminta pihak AURI tidak membuat sertifikat lagi,” tegasnya.
Masalah ini, sambung dia, sudah dibahas sampai DPD RI. Pihak DPD RI sendiri menyatakan tanah di lingkar bandara sah milik masyarakat.
“Waktu itu kesimpulan DPD RI menegaskan bahwa untuk menghentikan tindakan diskriminasi terhadap masyarakat lingkar bandara dan memberikan pengaduan status atas tanah kesultanan seluas 443,3 dikembalikan untuk dimanfaatkan masyarakat,” timpalnya.
Sementara Kepala Kantor Pertanahan Pulau Morotai Syamsuddin Abubakar menyatakan, sengketa tanah antara AURI dan masyarakat bukan ranah kantor pertanahan.
“Terkait dengan layanan pertahanan, aset TNI AU ini, penyertifikatan tanah yang hanya menyentuh pada sistem di kantor pertanahan. Kalau persoalan tanah tidak menyentuh di sistem kami, maka itu bukan ranah kami,” ujarnya.
Menurutnya, jika tanah bersentuhan dengan BPN Morotai maka itu yang diproses secara prosedural.
“Terkait dengan tanah Angkatan Udara, itu kami melalui beberapa tahapan, kita melakukan beberapa teknis, bisa dan tidaknya hanya permohonan radar. Itu yang dibangun di lokasi tanah tersebut,” terangnya.
Ia menjelaskan, berdasarkan analisis BPN di lapangan, jika tanah itu disertifikatkan berarti sudah melalui tahapan prosedur.
“Dengan prosedur aset sertifikat tanah aset pemerintah, khususnya aset BUMN, kalau di Angkatan Udara itu berdasarkan PP 18 Tahun 2021 dan juga peraturan Menteri ATR/BPN 2018 menyatakan ini perlu disertifikatkan. Jadi terkait syarat ini tanah harus disertifikatkan atau tidak, maka persoalan tanah harus clean and clear secara fisik maupun secara administrasi,” jelasnya.
“Terkait dengan aturan kami secara prosedur bahwa tanah ini bisa disertifikatkan itu melalui syarat-syarat tertentu, jadi Angkatan Udara memenuhi syarat itu untuk disertifikatkan tanah berdasarkan administrasi kepada kami,” tambah Syamsuddin.
Meski begitu, Syamsuddin mengaku masalah tanah antara AURI dan masyarakat yang hari ini terjadi, pihaknya tidak pernah dilibatkan.
“Kami tidak diajak terkait bagaimana menyelesaikan persoalan atau perolehan tanah pihak AURI dengan masyarakat, itu kami tidak dilibatkan, jadi kami tidak menindaklanjuti jika tanah ini terdapat masalah,” tukasnya.
Menurut dia, persoalan sengketa tanah masyarakat di lingkar bandara terutama desa Wawama atau Darame, BPN tidak berpihak.
“Jadi penyelesaian itu akan berpihak pada AURI dan masyarakat bukan di BPN pertanahan itu tidak. Tapi persoalan ini saya mendukung jika diselesaikan dengan pemerintah daerah, jadi kami mendukung dan menunggu hasil seperti apa,” cetusnya.
Ketua DPRD Muhammad Rizky yang memimpin RDP menyimpulkan bahwa persoalan sengketa lahan ada tiga poin tuntutan.
“Pertama, proses secara hukum, kepastian kepemilikan lahan di sekitar lingkar bandara diselesaikan dengan baik, dan ketiga DPRD Morotai meminta kepada Pemda Morotai agar membangun komunikasi dan koordinasi dengan instansi terkait untuk merumuskan penyelesaian sengketa lahan secara berkelanjutan,” bebernya.
“Persoalan ini pihak TNI AU akan diundang pada rapat dengar pendapat (RDP) hari Kamis 8 Mei 2025,” tandas Rizky.
Tinggalkan Balasan