Problematika Remaja dalam Pembelajaran di Era Digitalisasi
Pembelajaran di era digital telah terbukti memiliki banyak kemudahan bagi perserta didik terutama bagi mereka yang memiliki perangkat-perangkat digital yang cukup memadai, sehingga remaja dengan mudah mengakses pembelajaran apapun dan dari manapun, baik di dalam maupun di luar negeri tanpa harus ke luar negeri. Namun sebaliknya bagi remaja yang kurang beruntung karena kondisi ekonomi atau keuangan orang tua yang kurang mumpuni, sehingga tidak mampu memiliki handphone atau laptop, maka kemudahan akses digital tidak dapat dilakukan. Kondisi yang demikian akan membatasi gerak-gerik selancar pikiran dan wawasan remaja untuk mendapatkan banyak pengetahuan. Hal itu akan terjadi kemunduran di tengah-tengah kemajuan arus globalisasi dan modernisasi.
Kemunduran di tengah perkembangan arus teknologi menjadi sesuatu hal yang sangat miris, namun yang demikian benar-benar secara faktual ada di tengah-tengah masyarakat. Kaum miskin akan terbatas secara keuangan dan tidak mampu memenuhi hasrat perkembangan wawasan keilmuan karena minimnya perangkat digital pembelajaran. Dampak negatif yang ditimbulkan, dapat mempengaruhi status mental remaja, diantaranya: 1) merasa minder karena mungkin di-bully oleh teman sekolahnya sebagai remaja kampungan; 2) rasa malu yang berkepanjangan dan tidak percaya diri apabila bergabung dengan teman-teman yang aktif berselancar menggunakan media pembelajaran; 3) menarik diri dari teman-temannya; 4) perasaan diasingkan serta berbagai perasaan negatif yang pada akhirnya muncul kecemasan, was-was, tidak nyaman hati, dan bahkan depresi; dan 5) muncul rasa iri dan dengki terhadap teman-teman yang memiliki perangkat pembelajaran, sehingga menyebabkan remaja tersebut berbuat nekat dan melakukan tindakan-tindakan tidak sewajarnya seperti mencuri, dan lain sebaainya (Wong et al., 2006).
Pertanyaan selanjutnya adalah apakah dengan memiliki kemudahan perangkat pembelajaran digital menjamin remaja tersebut terbebas dari gejala atau masalah kesehatan mental?. Jawabannya tentu saja tidak demikian. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sari, dkk (2020), bahwa ketika seorang remaja berselancar dengan gadget, handphone dan laptop yang dimilikinya akan berdampak pada anti sosial, karena mereka hanya fokus dan lebih asyik dengan barang elektroniknya ketimbang bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Problematika yang terjadi sebagai dampak negatif dari teknologi digital terhadap anak remaja adalah menumbuhsuburkan karakter kemalasan di kalangan para remaja, yaitu malas berbuat; malas membantu orang tua, malas beribadah, malas bersosialisasi, malas berkomunikasi dengan orang tua, malas melakukan kewajiban diri seperti mandi, makan, tidur terhambat, dan berbagai kerugian lain yang sejatinya sangat membahayakan anak apabila tidak mampu memanajemen waktu dan hati dengan baik. Bentuk gangguan kesehatan mental yang sering ditemukan adalah remaja memiliki kepribadian sombong, angkuh, pelit, tidak mau tersaingi dan disaingi oleh teman-temannya, berlomba-lomba ingin menunjukkan barang-barang digital yang terbaik (Rahmatullah, 2017).
Upaya Penguatan Kesehatan Mental Remaja di Era Digitalisai
Masa remaja dikenal dengan masa badai, masa pubertas, masa pencari identitas dan peran, masa penuh tantanan, dan masih banyak sebutan lainnya yang disematkan pada kaum remaja. Kita harus sadari bahwa remaja adalah salah satu aset terbesar dalam suatu bangsa dan negara, khususnya di negara Rebuplik Indonesia. Aset terbesar masa depan bangsa tersebut harus dipersiapkan melalui penguatan kesehatan mental sejak dini, agar mereka memiliki potensi diri positif dan seimbang dalam perspektif kesehatan mental, meliputi aspek intelektual, sikap, dan keterampilan melalui potensi pikir, potensi dzikir, dan potensi psikomotor, yang merupakan satu kesatuan untuk mendukung kesehatan mental remaja, agar dapat mewujudkan generasi bangsa yang sehat dan cerdas.
Menurut Mujib (2006), beberapa teknik yang dapat dilakukan untuk penguatan kesehatan mental remaja, sebagai berikut:
- Teknik pemberian bimbingan; diarahkan remaja mendapatkan bimbingan positif dari seorang konselor sekolah yang sifatnya mengikat dan mengayomi, sehingga akan mempengaruhi perilaku para remaja tersebut
- Teknik pemberian motivasi; seorang guru dan konselor selalu aktif memberikan motivasi yang konstruktif kepada para remajanya agar mempergunakan media pembelajaran digital, terhindar dari unsur-unsur negatif yang merusak perilakunya
- Teknik pemberian hukuman; Teknik ini walaupun ada hukuman tetapi bentuk hukuman yang diberikan merupakan hukuman yang konstruktif dan positif, serta berdasarkan ilmu, bukan hukuman yang bersifat kekerasan
- Teknik batiniah; dilakukan dengan cara remaja didekati unsur spiritual, agar mereka tetap memiliki kesadaran diri penuh dan mampu memahami hakikat kehidupan dengan ahklak yang baik
- Teknik pendekatan hikmah; bertujuan menggiring para remaja untuk mengambil hikmah di balik sebuah kejadian, agar terbuka hati dan pikiran mereka bahwa segala perbuatannya akan diminta pertanggungjawabannya di dunia dan akhirat.
Tinggalkan Balasan