Oleh: Hudan Irsyadi

________

SEJARAH boleh mencatat bahwa dunia lebih mengenal jalur sutera silk road, tetapi sesungguhnya jalur rempah yang menjadi permainan ekonomi global pada masa lampau.

Sejak komoditi rempah berupah cengkih diperkenalkan oleh bangsa Cina pada masa Dinasti Tang (618-906 M), terdapat sebuah kawasan yang disebut Mi-li-ku, yang tidak lain adalah nama dari Maluku, yang di dalamnya merupakan gugusan pulau-pulau Ternate, Tidore, Moti, Makeang dan Bacan.

Pada waktu itu, baru bangsa Cina yang menemukan daerah gugusan pulau penghasil rempah-rempah. Hal ini bertahan cukup lama dan dirahasiakan oleh mereka. Meskipun menjadi pemain dalam perdagangan -global- jalur sutera, bangsa Cina pun mencoba untuk mengambil bagian melalui perdagangan jalur rempah. Hal tersebut, tidak lain dari harga komoditas unggulan masyarakat Moloku Kie Raha yang begitu mahal dan langka di pasaran Eropa.

Hal tersebut dijelaskan oleh sejarahwan kajian Asia, Anthony Reid (1993) bahwa “Cengkih dan kadang-kadang pala dan bunga pala disebut di dalam catatan perdagangan di Kairo dan Alexandria sejak abad ke-10, tapi semuanya itu sangat jarang dan mahal di Eropa hingga akhir abad ke-14. Selanjutnya orang Tiongkok juga mengenal cengkih dan pala pada masa Dinasti Tang tetapi menggunakannya dengan hemat sebelum abad ke 15”.

Pada masa itu, rempah-rempah berupa cengkih mempunyai peranan yang amat penting dalam kehidupan. Di mulai dari citarasa masakan sampai dengan pengawetan mayat. Setidaknya, pada aras ini cengkih menjadi kebanggaan bagi masyarakat Maluku Utara dan juga sebagai identitas.