Tandaseru — Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara dinilai menabrak undang-undang dengan menghentikan kasus tindak pidana pemilu yang menjerat oknum anggota DPRD Sula M. Natsir Sangadji. Pasalnya, kasus ini diberhentikan lantaran alih-alih memenuhi panggilan Gakkumdu, Natsir justru melarikan diri hingga saat ini.

Sekadar diketahui, Natsir sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan pengusiran Panwas Desa Capalulu bersama lima orang lainnya, yakni Bustamin Sanaba, Ajis Umanahu, Salman S. Naipon, Sahdi Duwila, dan Salem Buamona.

Praktisi Hukum Rasman Buamona kepada tandaseru.com menyatakan, langkah Gakkumdu sangat keliru, bahkan telah menyalahi banyak peraturan perundang-undangan. Diantaranya Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, serta Peraturan Bawaslu Nomor 2 Tahun 2020 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

“Kasus pengusiran Panwas di Mangoli merupakan jenis kasus temuan Bawaslu, dan bukan laporan atau pengaduan. Jadi tidak ada alasan hukum untuk kasus ini dihentikan penyidikannya dan penuntutan oleh Jaksa di Gakkumdu Kepulauan Sula,” ungkapnya, Jumat (6/11).

Seharusnya, sambung Rasman, pada saat pelimpahan berkas kelima terdakwa kasus tindak pidana pemilu ke Pengadilan Negeri Sanana, nama M. Natsir Sangadji juga termasuk dalam satu berkas dengan terdakwa lain.

“Masak yang lain dilimpahkan dan telah menjalani persidangan, sedangkan M. Natsir Sangadji dihentikan. Ini kan aneh,” sentilnya.

Menurut Rasman, jika polisi dan jaksa menganggap berkas Natsir tidak lengkap, seharusnya ia sejak awal tak ditetapkan sebagai tersangka. Apalagi menetapkannya dalam daftar pencarian orang (DPO) dalam kasus tersebut.

“Masak orang ditetapkan sebagai tersangka dan DPO, terus kasusnya dihentikan. Ini keliru namanya,” ujarnya.

Rasman bilang, Polres dan Kejari Kepulauan Sula bisa dipraperadilankan jika menghentikan penyidikan dan penuntutan.

“Polres Kepulauan Sula dan Kejaksaan Negeri Kepulauan Sula bisa dipraperadilan atas tindakan tersebut. Yang bisa mengajukan praperadilan yaitu tim kampanye, masyarakat Sula dan lembaga bantuan hukum,” tegasnya.

Sebelumnya, Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejaksaan Negeri Kepulauan Sula Donny P. Nababan saat diwawancarai membenarkan penyidikan kasus tindak pidana pemilu yang menyeret M. Natsir Sangadji bakal dihentikan penyidikannya.

“Kayaknya waktu penyidikannya sudah habis. Kalau begitu, sesuai ininya (aturan, red) ya harus dihentikan itu penyidikannya,” kata Donny.

Dengan demikian, Donny bilang, jika kasus yang menyeret nama M. Natsir sudah dihentikan, maka politikus Partai Gerindra tersebut bisa bebas dari dakwaan atas kasus tindak pidana pemilu.

“Kalau secara aturan ya begitu,” katanya usai menjalani sidang perdana kasus tersebut di PN Sanana.

Senada, Ketua Bawaslu Kepsul Iwan Duwila saat dikonfirmasi tandaseru.com membenarkan masa penyidikan kasus tindak pidana pemilu yang menyeret M. Natsir telah selesai.

Iwan menjelaskan, ketidakhadiran Natsir saat diundang untuk menyampaikan klarifikasi di Bawaslu Kepulauan Sula juga menjadi alasan jaksa tidak memberikan tuntutan karena berkasnya tidak ada. Selain klarifikasi, Natsir juga mengabaikan panggilan penyidikan di kepolisian.

“Kasus ini kan bukan kasus tunggal, dia satu paket itu enam orang. Cuma dalam penuntutan memang agak sulit untuk jaksa kasih masuk berkas sendiri karena dia tidak pernah hadir untuk klarifikasi,” terang Iwan.