Oleh: Sandi Alim
Mahasiswa Sosiologi Universitas Muhammadiyah Maluku utara
_______
ANGGAPLAH kita sedang lupa tentang perjuangan Mama Aleta Baun di Nusa Tenggara Timur yang berjuang selama bertahun-tahun untuk menghentikan aktivitas penambangan batu marmer di tempat keramat suku Molo. Perusahaan tambang marmer itu beroperasi tanpa konsultasi dengan masyarakat setempat.
Perlawanan itu dipicu karena di saat aktivitas penambangan dimulai, ada berbagai macam bencana yang melanda masyarakat sekitar. Akibat dari perusahaan tersebut adalah penggundulan hutan, tanah longsor dan meracuni sungai yang merupakan bahan makanan, minuman, obat dan juga pewarna alam dalam menenun bagi penduduk sekitar.
Pada 1990-an Aleta Baun bersama tiga wanita lain menggalang dukungan dari desa ke desa, berjalan kaki selama enam jam, ini bukan jarak tempuh yang dekat.
Gerakan protes yang dilakukan oleh Mama Aleta telah mendapatkan balasan kekerasan dari para penambang sehingga Mama Aleta dengan terpaksa lari ke hutan bersembunyi dari ancaman pembunuhan. Di tengah-tengah intimidasi Aleta Baun tetap mengkampanyekan perlawanan meolak penambangan batu marmer yang sudah berlangsung sejak 1980-an.
Hingga pada 2016 Aleta Baun berhasil menggalang ratusan penduduk desa, dengan berjumlah 150 orang yang terdiri dari perempuan dengan gerakan menenun di depan pintu masuk tambang dan menduduki bukit Anjaf juga bukit Nausus di kaki gunung selama satu tahun. Sementara kaum pria membantu dengan mengasuh anak, memasak dan mengirimkan makanan pada kaum wanita yang terus menenun menghalangi aktivitas penambangan, meski ancaman kekerasan dan intimidasi menghampiri setiap saat.
Tinggalkan Balasan