Tandaseru — Rendahnya serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Maluku Utara mendapat sorotan tajam dari Pakar Hukum Keuangan Negara Universitas Khairun Ternate, Dr. Hendra Karianga.

Hingga akhir April 2025, realisasi serapan anggaran Pemprov Malut baru mencapai 11 persen. Kondisi ini dinilai memprihatinkan karena dikhawatirkan akan berdampak langsung terhadap laju pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.

“Kalau penyerapan anggaran hingga bulan kelima masih di angka 11 persen, saya pesimis tiga tujuan utama dari APBD bisa tercapai,” ujar Hendra, Selasa (29/4/2025).

Menurutnya, APBD sebagai instrumen fiskal daerah seharusnya mampu mendorong pertumbuhan ekonomi (pro-growth), membuka lapangan kerja (pro-job), dan mengurangi kesenjangan serta kemiskinan (pro-poor). Namun, serapan yang rendah menunjukkan lemahnya pelaksanaan program yang berpotensi menggagalkan capaian ketiga tujuan strategis tersebut.

Pengacara senior itu juga menyoroti belum adanya laporan resmi dari Gubernur Sherly Tjoanda terkait kebijakan efisiensi anggaran. Ia menilai hal ini sebagai bentuk lemahnya komunikasi antara pemerintah daerah dan DPRD sebagai mitra kerja.

“Penundaan kegiatan berdampak luas. Bukan hanya memperlambat pembangunan, tapi juga mengganggu pelayanan publik dan memperlemah pertumbuhan ekonomi daerah,” tegas pengacara kondang yang kini berkiprah di Jakarta ini.

Ia mendesak Gubernur agar segera mengambil langkah konkrit menindaklanjuti catatan dan desakan dari DPRD. Penyerapan APBD, katanya, bukan sekadar persoalan administratif, tetapi menyangkut nasib rakyat dan masa depan pembangunan daerah.

Sahril Abdullah
Editor
Yasim Mujair
Reporter