Oleh sebagian teman, mungkin juga dipandang sebagai perilaku boros bahkan konyol hingga percobaan bunuh diri, tetapi saya memaknainya sebagai prinsip hingga cara tiap orang mendefenisikan kebahagiannya. Kita tahu, sikap suka menyantuni, tentu dengan defenisi Ko Anca, adalah sikap terpuji dan jadi anjuran agama.

Meski saya menolak dengan cara mengkonpensasikan nilai rupiah yang disantuninya dengan beberapa eksemplar buku lagi, beliau juga menolaknya.

Menjadi makin lengkap bahwa setidaknya, kehadiran secuil pikiran dan gagasan saya dalam Cermin Retak Kehidupan telah menandai lagi tiga sosok hebat pencinta ilmu dengan tetap merawat kualitas insan akademis yang disandang meski di saat ini, bukan orang kampus. Sebagaimana sosok Muhammad Kasuba lalu dan karib Nasrun A. Samaun tadi, Anshar ‘Ko Anca’ Gunawan telah menandai itu sebagai idealisme insan akademis meski di usia yang terbilang senja, berlian yang sudah tentu, tak banyak ditemukan. Wallahua’lam. (*)