Ia menegaskan, ASN juga dilarang keras terlibat politik praktis. Karena selain melanggar etik, juga bisa terjerat tindak pidana Pemilu bila terbukti melakukan pelanggaran tertentu saat Pilkada.
“Apalagi aparatur sipil negara yang statusnya jelas dilarang dalam peraturan bersama nomor 22 itu melarang keras untuk ASN baik dalam konteks pemilu bahkan dalam konteks pemilihan kepala daerah,” cetusnya.
Potensi kerawanan lainnya saat Pilkada, yaitu money politic atau politik uang. Pontensi kerawanan yang satu ini kata Kifli, sudah sangat familiar di masyarakat dan peserta Pemilu sehingga menjadi titik fokus pengawasan Bawaslu.
Isu lainnya yang berpotensi rawan di Pilkada kali ini, sambung Kifli, yaitu pemuktahiran daftar pemilih yang sementara ini dilaksanakan pencocokan dan penelitian (coklit) oleh panitia pemuktahiran daftar pemilih (PPDP) atau Pantarlih.
Kifli menjelaskan, kalau pencoklitan yang dilakukan Pantarlih tidak dikerjakan maksimal dan teliti dalam akurasi datanya, maka dampaknya bisa ada pemilih fiktif atau kerap diistilahkan pemilih siluman.
“Misalkan orang yang sudah meninggal, status sudah menjadi TNI dan Polri ataukah sudah pindah domisili tetapi rekam jejak administrasinya masih di Ternate padahal yang bersangkutan mungkin sudah pindah kerja di luar daerah itu menjadi rujukan indikator yang harus diawasi ketat oleh Bawaslu,” jelas dia.
Tinggalkan Balasan