Tandaseru — Salero sejak dahulu menjadi bagian dari “dapur” kekuasaan Kesultanan Ternate yang menyimpan warisan sejarah masa silam penuh kelam maupun kejayaan, menjadi bukti autentik di mata dunia yang tak terbantahkan. Sejarah masa lalu tersebut salah satunya adalah keberadaan pusat pemerintahan kerajaan seperti adanya jejak istana yang dikenal dalam bahasa lokal dengan sebutan Kadato Limau Jore-Jore, lapangan Salero (alun-alun keraton kesultanan Ngara Lamo), Ake (Air) Santosa, dodoku mari (jembatan batu) yang sekaligus menjadi pelabuhan kesultanan, gedung Ngaralamo sebagai penjara dan tempat eksekusi para “kabo” (algojo) kerajaan serta benteng Kota Naka dan Bululu Madehe yang menjadi bagian kesatuan dari kedaton kesultanan Ternate saat ini.

Sebagai sebuah kampung yang kaya akan warisan peninggalan sejarah masa lalu, keberadaan Salero memiliki arti penting bagi dinamika sosial kultural masyarakat lokal, baik sebagai ruang hidup maupun segala dinamika sosial kultural yang turut menyertainya.

Berbagai peristiwa sejarah penting terlahir dan dibentuk dari kampung ini baik sebelum era kolonial maupun pada masa pendudukan Hindia Belanda hingga Jepang.

Flyer kegiatan Salero Makin Cakap Digital. (Istimewa)

Sebagai pusat kekuasaan kerajaan, kampung Salero tidaklah berdiri sendiri dalam berbagai rangkaian peristiwa sejarah yang gemilang tersebut melainkan menjadi bagian penting dari kampung sekitar seperti Soa-Sio dan Kasturian di masa kini. Kejayaannya di masa lalu meninggalkan jejak sejarah yang memukau di masa kini untuk dikembangkan sebagai destinasi wisata sejarah, budaya maupun wisata alam tentunya.

Keberadaan keraton misalnya sebagai pusat kekuasaan kerajaan dari masa lalu hingga sekarang juga telah menempatkan perannya sebagai pusat kekuasaan politik dan ekonomi hingga kebudayaan pada masa kejayaannya yang telah berlangsung lama hingga saat ini. Perdagangan rempah di masa lalu menjadikan kawasan kampung Salero dan sekitarnya memiliki arti teramat penting dalam tata kelola perdagangan rempah dengan keberadaan pelabuhan kesultanannya sekaligus sebagai sentrum diplomasi dan interaksi kekuasaan antara penguasa lokal tradisional di satu sisi dengan pemerintah kolonial di sisi yang lainnya.

Menurut Abdul Haris AR selaku Ketua Komunitas Kram Otak, berbagai tragedi dan drama kehidupan di masa lalu menyatu padu sebagai bagian tak terpisahkan dari perjalanan panjang masyarakat tempatan yang tak lain adalah bagian penting dari eksistensi dan keberlangsungan kerajaan.