Sekilas Info

Catatan Marasante dan Ruang Kolaborasi FMTI

Teguh Tidore. (Istimewa)

Otoritas atas narasi kebudayaan yang sangat jauh dari pokok pemajuan kebudayaan yang ternampak. Kita baru masuk dalam ruang-ruang kebudayaan ketika diberikan kesempatan mendapatkan proyek kegiatan yang bernuasa kebudayaan.

Seperti film Jalur Rempah, Ake Sou, di sana adalah titik kebangkitan anak muda yang memvisualkan tanah adat dan cerita nenek moyangnya sendiri. Kita berbagi dalam aktualisasi untuk menjaga ritme kebersaaman menjelaskan makna-makna kebudayaan Tidore, seperti rumah Sowohi, Ake Dango upacara adat menjelang hari jadi Tidore. Bahkan setiap kampung yang ada di Tidore punya ritual adatnya sendiri.

Penting kiranya kita memperkenalkan khazanah kebudayaan kita sendiri. Sebagai nilai-nilai lokalitas. Meskipun penulis percaya, apa yang disampaikan Dirjen Kebudayaan Kemendibud Hilmar Farid dalam pekerjaan kebudayaan tidak ada yang mudah. Apa yang disampaikan tersebut singkat namun benar-benar terbukti adanya.

Semisalnya dalam musik tradisi yang dibawakan teman-teman komunitas di Tidore yang ditampilkan dalam malam puncak FMTI tanggal 15 Juni. Ada beberapa lagu yang benar-benar tidak asing di telinga masyarakat Tidore maupun Maluku Utara pada umumnya, seperti Naro Oti (Tarik Perahu) dan Borero (Nasehat).

Dua lagu tersebut saja kita kehilangann mencari narasinya (arsip). Untuk mencari tahu siapa pencipta lagu tersebut membutuhkan riset dan wawancara.

Penulis mengalami pengalaman itu, bagaimana proses kreatif penulis Alm. Beni Benawan menuliskan lagu-lagunya hingga dikenang masyarakat Tidore hari ini. Beni Benawan bahkan tidak terdokumentasi secara baik dalam lagu-lagunya, bahkan dihilangkan dari arsipnya sendiri oleh generasi penerus. Untuk mencari namanya di Google saja tidak ditemukan. Padahal lagunya dinyanyikan di mana-mana, teksnya berada di mana-mana.

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6