Selain itu, sambung Bambang, dalam persidangan sebelumnya Pemda Halsel hanya mengajukan satu saksi, yakni Camat Bacan Abdillah Jafar. Seharusnya, ujar dia, ini menjadi catatan penting persidangan.

“Sebab di dalam hukum ada asas unus testis nullus testis, satu saksi bukanlah saksi. Sementara sistem pembuktian, hakim dalam memutus perkara minimal harus ada dua alat bukti plus satu keyakinan hakim. Alat bukti pertama adalah surat, lalu alat bukti kedua adalah saksi. Saksi pun minimal dua, karena ada asas unus testis nullus testis itu. Nah bagaimana mungkin hanya satu saksi bisa memenuhi kaidah tersebut,” jabarnya.

“Lalu saksi ini ketika kita periksa dalam persidangan, dia tidak mengetahui latar belakang ini. Karena dia baru menjabat sebagai camat setelah klien kami diberhentikan,” imbuh Bambang.

Hal inilah yang membuat penggugat mantap menempuh langkah banding ke PTTUN.

“Kita punya waktu 14 hari kerja untuk mengajukan banding. Jika dalam waktu itu tidak diajukan, maka putusan PTUN dianggap inkrah. Tapi tetap kita akan banding,” tandas Bambang.

Sekadar diketahui, Irham sendiri dinonaktifkan usai hasil audit penggunaan Dana Desa dan Alokasi Dana Desa di seluruh desa menunjukkan adanya indikasi penyalahgunaan anggaran tahun 2019-2020 sebesar Rp 1,9 miliar.