Tandaseru — Kepunahan bahasa menjadi ancaman nyata bagi bahasa daerah di Provinsi Maluku Utara. Salah satu bahasa yang terancam punah adalah bahasa Bacan.

Hal ini diungkapkan Kepala Kantor Bahasa Malut, Arie Andrasyah Isa, Kamis (3/3).

Menurut Arie, setidaknya ada 19 bahasa daerah dengan penutur yang tergolong banyak di Malut. Empat di antaranya bakal direvitalisasi tahun ini sesuai program Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.

“Empat bahasa itu yakni bahasa Ternate, Tobelo, Makean Timur atau Makean Dalam, dan Sula,” ungkapnya saat diwawancarai di Pulau Morotai.

Arie bilang, penutur bahasa daerah ini tersebar di beberapa wilayah di Maluku Utara. Untuk bahasa Tobelo sendiri rencananya direvitalisasi di Morotai.

“Sesuai dengan target kerja kami, yang bahasa Tobelo itu akan dilakukan di Pulau Morotai untuk merevitalisasi,” terangnya.

Alasan pemilihan empat bahasa itu untuk direvitalisasi lantaran bahasa-bahasa tersebut hingga kini belum punah dan masih banyak digunakan dalam interaksi masyarakat.

“Itu bahasa-bahasa yang besar penuturnya. Sesuai dengan rapat kami waktu itu bahasa yang penuturnya masih besar dan belum punah (yang direvitalisasi). Supaya daya tahannya masih lama,” imbuh Arie.

“Bahasa yang sudah punah itu penuturnya sudah tidak ada sehingga tidak perlu direvitalisasi. Diprediksi dalam 5 tahun, bahasa yang hampir punah akan hilang penuturnya. Bahasa Bacan misalnya memiliki penutur yang tinggal sedikit,” tandas Arie.