Tandaseru — Jamaah Syiah Ja’fariyah angkat bicara terkait rapat koordinasi yang dilakukan tim Pengawasan Aliran Kepercayaan dan Aliran Keagamaan dalam Masyarakat (Pakem) Kota Ternate Rabu (29/7) kemarin. Dalam siaran persnya, Ja’fariyah membantah klaim sesat yang dialamatkan terhadap aktivitas aliran kepercayaan ini.

Sekretaris Umum Ja’fariyah, Ratno Kamah mengungkapkan, sampai saat ini pihaknya belum menerima hasil rapat Pakem. Alhasil, kesimpulan dalam isi rapat maupun kesepakatan yang dicapai hingga kini belum diketahui para penganut Ja’fariyah.

Dia memaparkan, aktivitas Ja’fariyah dianggap meresahkan lantaran keluarnya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 2015 yang menyebutkan Ja’fariyah sebagai aliran sesat. Padahal, sambungnya, 10 kriteria sesat yang muncul dalam fatwa tersebut adalah keliru.

“Karena kami tidak melakukan satu pun pelanggaran, apalagi sampai sebanyak itu,” tegasnya, Kamis (30/7).

Ratno mencontohkan, hal-hal yang keliru ditafsirkan dari aktivitas Ja’fariyah adalah salat hanya 3 waktu. Dia menjelaskan, Alquran menjelaskan perkara waktu dalam salat memang hanya 3, yakni saat tergelincir matahari, saat malam dan fajar.

“Yang memang dalam 3 waktu itu ada 5 fardu salat yang dilaksanakan. Saat tergelincir ada salat Zuhur, Asar. Saat malam ada salat Magrib, Isya. Dan saat fajar ada salat Subuh. Ini penjelasan dalam Alquran, bukan penjelasan kami,” terang Ratno.

Ratno bilang, kriteria sesat lain yang difatwakan MUI adalah penganut Ja’fariyah meyakini ada nabi setelah Nabi Muhammad SAW. Menurutnya, ini adalah sebuah tuduhan yang sungguh jahat dan tidak beradab.

“Apalagi telah melakukan penelitian selama 3 tahun, tapi justru memproduksi fitnah yang kejam. Kami Syiah meyakini Nabi Muhammad SAW sebagai khataman nabiyyin wal mursalin dan 12 imam adalah sebagai pelanjut risalah Nabi. Sederhananya, orang Syiah itu ber-Islam dengan tuntunan syariat bersumber dari riwayat 12 imam. Atau dalam trend fiqih sering kita dengar bahasa orang Syiah menjalankan syariat melalui tuntunan fiqih Imam Djafar sehingga disebut mazhab Ja’fari,” jelasnya.

Menurut Ratno, ada juga tuduhan terkait pengkafiran sesama. Dia menegaskan, tuduhan ini justru lebih parah lagi, karena seharusnya orang Syiah yang melapor ke pihak berwenang karena paling sering dikatakan kafir bahkan diputuskan sesat oleh ormas seperti MUI.

“Penutup dari saya, bahwa negara yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 ini melindungi semua unsur yang ada didalamnya termasuk kalangan minoritas atau mayoritas sekalipun. Dan untuk persoalan hukum ini pihak Kejaksaan lebih tahu,” ujarnya.

“Selama ini kami hidup berdampingan aman dan tidak meresahkan masyarakat, terkecuali oleh mereka-mereka yang tidak paham. Untuk menjadi paham maka itu adalah tugas kita semua,” pungkas Ratno.