Oleh: Asmar Hi Daud
Langkah Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoandra Laos, dalam menghadirkan koneksi internet satelit di Puskesmas Mayau, Kecamatan Batang Dua, Kota Ternate, bukan hanya soal infrastruktur. Ia adalah simbol keberpihakan yang langka. Kebijakan yang menyentuh warga di batas terluar, bukan sekadar yang tampak di pusat.
Pulau Batang Dua adalah bagian dari Kota Ternate, namun secara geografis terpisah jauh dan sering kali terlupakan. Di sana, masyarakat hidup dalam keterbatasan akses transportasi, komunikasi, hingga pelayanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan. Internet bukan hanya sesuatu yang mewah, tapi ia sebelumnya nyaris mustahil.
Namun, melalui kerja sama antara Pemerintah Provinsi Maluku Utara dan Telkomsat, akses internet kini hadir di Puskesmas Mayau. Ini berarti tenaga medis di pulau tersebut dapat mengakses aplikasi BPJS secara daring, memanfaatkan sistem informasi kesehatan, mempercepat pelaporan data, dan merespons kebutuhan pasien dengan lebih baik. Sebuah lompatan kecil di peta, tapi lompatan besar bagi pelayanan publik di daerah tertinggal.
Kita layak mengapresiasi keberanian dan kepekaan Gubernur Sherly. Di tengah situasi anggaran yang terbatas dan tantangan geografis yang kompleks, beliau menunjukkan bahwa kepemimpinan yang berpihak tidak selalu menunggu anggaran besar, ia dimulai dari kemauan untuk hadir dan mendengar.
Lebih dari itu, inisiatif ini patut dijadikan contoh oleh pemerintah kabupaten/kota lain di Maluku Utara. Selama ini, pendekatan pembangunan cenderung “berpusat pada pusat”, meninggalkan desa-desa pesisir, pulau-pulau kecil, dan daerah pedalaman sebagai “wilayah sunyi” dalam peta pembangunan. Namun langkah Gubernur Sherly menunjukkan bahwa ketimpangan bisa dipangkas, jika ada keberanian memulai dari pinggiran.
Kepala daerah di Halmahera Selatan, Kepulauan Sula dan Taliabu, Halmahera Timur, hingga Morotai, seharusnya menjadikan ini sebagai panggilan etis dan strategis bahwa warga di kecamatan paling ujung, di pulau terluar, memiliki hak yang sama untuk merasakan kehadiran negara.
Transformasi digital, sebagaimana dihadirkan di Batang Dua, bukan semata soal teknologi. Ia adalah instrumen demokratisasi pelayanan. Dengan internet, anak-anak di pulau bisa belajar daring. Petani dan nelayan bisa mengakses informasi pasar. Puskesmas bisa terhubung ke rumah sakit rujukan. Inilah bentuk nyata dari keadilan sosial.
Akhirnya, apresiasi mendalam kita berikan kepada Gubernur Sherly Tjoandra. Di bawah kepemimpinannya, pinggiran tidak lagi dipinggirkan. Kita berharap langkah ini terus diperluas, dan menjadi narasi baru bagi Maluku Utara. Narasi yang dimulai dari pulau-pulau terjauh, tapi berdampak bagi masa depan seluruh provinsi.
Tinggalkan Balasan