Oleh: Maryam Tumpao
Mahasiswi Universitas Khairun Ternate
_______
DEMOKRASI mahasiswa di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Khairun kembali diuji dengan rangkaian pelanggaran konstitusional yang dilakukan oleh Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FIB dan Komisi Pemilihan Mahasiswa Fakultas (KPMF). Tindakan sewenang-wenang dalam pemilihan anggota KPMF tanpa melibatkan ketua-ketua jurusan dan kebijakan KPMF yang melanggar aturan pendaftaran bakal calon telah mencoreng wajah demokrasi kampus dan menimbulkan kecaman keras dari berbagai elemen mahasiswa.
Arogansi Kekuasaan: BEM Bentuk KPMF Tanpa Libatkan Ketua Jurusan
Ketua BEM FIB M Andiansyah Kamu telah menunjukkan arogansi kekuasaan yang mengkhawatirkan dengan mengabaikan prinsip fundamental checks and balances dalam pembentukan KPMF. Tanpa koordinasi dan persetujuan dari ketua-ketua jurusan, Ketua BEM secara sepihak menunjuk anggota KPMF, menciptakan cacat konstitusi yang serius dalam proses demokrasi kampus.
Ini bukan sekadar pelanggaran prosedural biasa, tetapi pelanggaran terhadap prinsip representasi yang menjadi jantung demokrasi mahasiswa.
Tindakan ini jelas bertentangan dengan AD/ART organisasi kemahasiswaan yang mengamanatkan keterlibatan seluruh elemen fakultas dalam pembentukan lembaga-lembaga strategis seperti KPMF. Ketua jurusan, yang merupakan representasi langsung dari mahasiswa jurusan, sengaja disingkirkan dari proses pengambilan keputusan, menciptakan defisit legitimasi yang akut pada KPMF yang terbentuk.
Bagaimana mungkin keputusan KPMF bisa dihormati oleh mahasiswa jurusan ketika pembentukan mereka sendiri tidak menghormati eksistensi organisasi jurusan.
Kedok Demokrasi: KPMF Langgar Aturan Pendaftaran Bakal Calon
Seolah tidak cukup dengan cacat prosedural dalam pembentukannya, KPMF yang telah terbentuk kemudian menambah daftar pelanggaran dengan melanggar aturan pendaftaran bakal calon. Investigasi menunjukkan bahwa KPMF telah menerapkan standar ganda dalam proses verifikasi berkas pendaftaran, memperketat persyaratan bagi bakal calon tertentu sementara melonggarkan persyaratan bagi bakal calon lainnya.
Jadwal pendaftaran yang telah ditutup pada tanggal 1 Mei dan dalam proses verifikasi berkas tertutup, ada bakal calon lain yang masih diterima oleh KPMF dalam pemasukan berkas pada 3 Mei tanpa pemberitahuan resmi soal perpanjangan waktu pendaftaran.
KPMF telah berubah dari pengawal demokrasi menjadi makelar kekuasaan yang tidak netral. Inkonsistensi penerapan aturan pendaftaran bakal calon ini bukan hanya mencederai prinsip keadilan prosedural, tetapi juga menciptakan ketidakpercayaan sistemik terhadap seluruh proses elektoral. Beberapa bakal calon yang dirugikan oleh kebijakan diskriminatif ini telah mengajukan protes keras, tetapi suara mereka teredam oleh keengganan KPMF untuk bersikap transparan dan akuntabel.
Sentralisasi Kekuasaan Mengancam Demokrasi Kampus
Rangkaian pelanggaran oleh Ketua BEM dan KPMF mengindikasikan adanya upaya sistematis untuk melakukan sentralisasi kekuasaan dan menghalangi kontestasi politik yang sehat di lingkungan kampus. Dengan membentuk KPMF tanpa keterlibatan ketua jurusan, Ketua BEM telah menciptakan lembaga elektoral yang loyal dan mudah diintervensi.
Ketika penyelenggara pemilihan tidak lagi independen dan tunduk pada kekuasaan eksekutif, maka seluruh proses pemilihan hanyalah sandiwara belaka.
Sentralisasi kekuasaan ini memiliki implikasi jangka panjang yang mengkhawatirkan bagi kultur demokrasi di lingkungan kampus. Mahasiswa diajarkan bahwa manipulasi prosedural dan pengabaian terhadap konstitusi adalah hal yang normal dalam politik, menciptakan generasi yang apatis dan sinis terhadap proses-proses demokratis.
Krisis Legitimasi dan Fragmentasi Komunitas Kampus
Pelanggaran konstitusional oleh Ketua BEM dan KPMF telah menciptakan krisis legitimasi yang akut dalam struktur organisasi kemahasiswaan. KPMF yang dibentuk secara cacat prosedural layak menghadapi penolakan dari berbagai elemen mahasiswa, terutama dari organisasi-organisasi jurusan yang merasa dimarginalisasi.
Bagaimana kami bisa mempercayai keputusan lembaga yang pembentukannya sendiri melanggar konstitusi?
Krisis legitimasi ini telah memicu fragmentasi dalam komunitas kampus, dengan kubu pro-BEM dan kubu pro-jurusan terlibat dalam konfrontasi politik yang semakin memanas. Polarisasi ini mengganggu fungsi utama organisasi kemahasiswaan sebagai wadah advokasi kepentingan mahasiswa dan mereduksinya menjadi arena pertarungan kekuasaan belaka.
Organisasi kemahasiswaan adalah tempat belajar demokrasi yang sehat, sekarang justru menjadi tempat belajar bagaimana memanipulasi sistem untuk kepentingan kelompok.
Rekomendasi: Reformasi Radikal atau Kehancuran Total
Menghadapi krisis konstitusional yang akut ini, komunitas kampus berada di persimpangan jalan: melakukan reformasi radikal atau menyaksikan kehancuran total sistem demokrasi mahasiswa. Beberapa rekomendasi mendesak yang perlu dipertimbangkan antara lain:
- Pembubaran dan Pembentukan Ulang KPMF: KPMF yang dibentuk secara cacat prosedural harus dibubarkan dan dibentuk ulang dengan melibatkan seluruh elemen fakultas, terutama ketua-ketua jurusan
- Sanksi terhadap Pelanggar Konstitusi: Ketua BEM dan anggota KPMF yang terbukti melanggar konstitusi kemahasiswaan harus dikenakan sanksi tegas, mulai dari peringatan hingga pemberhentian dari jabatan
- Revisi Komprehensif AD/ART: AD/ART organisasi kemahasiswaan perlu direvisi secara komprehensif untuk memperkuat mekanisme checks and balances dan mencegah pelanggaran serupa di masa depan.
- Pembentukan Mahkamah Konstitusi Mahasiswa: Perlu dibentuk lembaga independen yang berfungsi sebagai Mahkamah Konstitusi Mahasiswa untuk menyelesaikan sengketa konstitusional dalam organisasi kemahasiswaan
- Pendidikan Politik Kritis: Perlu dilakukan pendidikan politik kritis bagi seluruh mahasiswa untuk membangun kesadaran akan pentingnya integritas prosedural dalam sistem demokrasi.
Jika reformasi radikal tidak dilakukan segera, kita akan menyaksikan erosi total terhadap nilai-nilai demokrasi yang telah dibangun dengan susah payah oleh generasi mahasiswa sebelumnya, peringat seorang pengamat politik kampus.
Krisis konstitusional ini bukan hanya tentang perebutan kekuasaan dalam lingkup sempit organisasi kemahasiswaan, tetapi merupakan pertaruhan terhadap masa depan kultur demokrasi di kalangan generasi muda Indonesia. Di tengah keprihatinan terhadap demokrasi nasional yang juga menghadapi berbagai tantangan, kampus seharusnya menjadi laboratorium demokrasi yang sehat, bukan arena reproduksi praktik-praktik anti-demokratis yang justru merusak fondasi republik.
KOTAK FAKTA
Pelanggaran Konstitusional oleh Ketua BEM FIB:
- Membentuk KPMF tanpa melibatkan ketua-ketua jurusan
- Melakukan intervensi terhadap kebijakan KPMF
- Mengabaikan protes dari organisasi jurusan
Pelanggaran Aturan oleh KPMF:
- Menerapkan standar ganda dalam verifikasi berkas pendaftaran
- Melanggar prosedur penetapan bakal calon
- Menolak transparansi dalam pengambilan keputusan
Dampak Krisis Konstitusional:
- Krisis legitimasi KPMF
- Fragmentasi komunitas kampus
- Erosi kepercayaan terhadap sistem demokrasi mahasiswa
Tulisan ini merupakan analisis kritis terhadap fenomena politik kampus dan dimaksudkan sebagai kontribusi terhadap diskursus akademik tentang demokrasi mahasiswa. (*)
Tinggalkan Balasan