“Sehingga efek seperti ini menjadi lumrah terjadi akibat pembulatan bilangan desimal,” jelas Burhanuddin.

Pernyataan Burhanuddin sekaligus mengklarifikasi hasil survei terkait peta elektabilitas Pilgub Maluku Utara dalam simulasi empat pasangan calon. Hasilnya, pasangan Sherly Laos-Sarbin Sehe mendapatkan 40,7 persen.

Disusul Husain Alting Sjah-Asrul Rasyid Ichsan 20,7 persen, Muhammad Kasuba-Basri Salama 15,5 persen, dan Aliong Mus-Sahril Thahir 10,4 persen. Adapun massa mengambang mencapai 12,8 persen.

Persoalannya, ketika jumlah elektabilitas ditambahkan dengan massa mengambang, totalnya menjadi 100,1 persen. Tidak bulat 100 persen. Menurut Burhanuddin, penjumlahan menjadi 100,1 persen merupakan suara yang disederhanakan, efek penerapan bilangan desimal.

Seperti diketahui, bilangan desimal umumnya terdiri dari banyak angka di belakang koma, bahkan tak terhingga, sehingga lumrah dinyatakan dalam bentuk yang lebih sederhana untuk kemudahan dalam membacanya, yaitu mengurangi jumlah digit di belakang koma hingga 3, 2, 1 atau 0 angka di belakang koma.

Aturan penyederhanaan bentuk bilangan desimal juga sudah berlaku secara umum, di mana jika angka terakhir lebih besar dari 5, maka pembulatan dilakukan ke atas pada angka di depannya. Misalnya bilangan 20,678 persen disederhanakan menjadi 2 digit dibelakang koma menjadi 20,68 persen.

“Jika kita sederhanakan kembali menjadi hanya 1 digit, maka menjadi 20,7 persen dan jika disederhanakan lagi maka menjadi 21 persen,” kata Burhanuddin.