Oleh: Anan Mujahid
Mahasiswa Hukum & Anggota LPM Honai
_______
PEMBERANTASAN korupsi selalu mendapatkan perhatian yang lebih besar dibandingkan tindak pidana lainnya, karena dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Telah diketahui bersama, korupsi merupakan perbuatan yang tidak bermoral karena pelakunya bertujuan untuk memperkaya diri sendiri. Selain menyengsarakan rakyat, dampak lainnya ialah kerugian negara.
Sejak bergulirnya reformasi, pemberantasan korupsi menjadi salah satu prioritas utama dalam penegakan hukum di Indonesia. Sebagaimana tercantum pada Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dan Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Maka, dibentuklah Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN). Karena tugas dan fungsi yang belum optimal dalam pemberantasan korupsi, kedua lembaga tersebut dileburkan menjadi satu dalam lembaga yang bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 yang mengatur tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, KPK mempunyai tujuan utama yakni meningkatkan pemberantasan korupsi dengan cara pengawasan, koordinasi, penuntutan, penyidikan, penyelidikan, serta pemeriksaan dalam sidang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dalam menjalankan tugasnya, asas yang menjadi pedoman bagi KPK, yaitu kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas.
Secara normatif, KPK mempunyai tugas dan fungsi, antara lain: (a) berkoordinasi dengan instansi terkait yang berwenang untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; (b) melakukan pengawasan atau
supervisi terhadap instansi terkait yang berwenang untuk melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; (c) melakukan penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan terhadap tindak pidana korupsi; (d) melakukan berbagai tindakan untuk pencegahan tindak pidana korupsi; dan (e) melakukan monitor
terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia.
Selain itu, istilah trigger mechanism yang dimiliki KPK memiliki arti pemicu bagi penegakan hukum dan penyelenggara negara lain agar dapat bekerja efektif dan efisien sehingga dapat semakin berdaya guna dalam upaya pemberantasan korupsi. Dapat dipahami bahwa kiprah KPK sebagai lokomotif pemberantasan korupsi merupakan upaya menciptakan supremasi hukum berdasarkan konsep “rule of
law”.
Tinggalkan Balasan