Paduan Suara Membela Gibran
Sebagai bangsa yang menganut sistem demokrasi, Indonesia pernah mengalami masa gelap dibungkam orde baru selama 32 tahun. Kemudian kegelapan berakhir saat mahasiswa dan rakyat bersatu menumbangkan orde baru. Namun 25 tahun pasca refornasi, kita justru mendapati fenomena politik yang berjalan mundur.
Elit politik baperan, reaksioner dan suka mengurus hal remeh- temeh. Pernyataan “Gibran anak ingusan” oleh Panda ditanggapi para elit politik amatir dari tingkat pusat hingga lokal. Mulai dari elit Parpol, elit Ormas, elit OKP, elit relawan Jokowi ramai- ramai membela Gibran. Semua mengarahkan telunjuk kepada Panda, seakan “mendapat mandat marah” mewakili Gibran.
Selain membela Gibran, para kelompok “suka baperan” tersebut menjadi ahli tafsir dari pernyataan Panda. Sehingga Panda yang lebih layak menjadi “kakek” mereka “dibully” ramai- ramai. Panda sebagai politisi sekaligus wartawan senior, yang telah merekam berbagai peristiwa bangsa ini sejak zaman orde lama seperti divonis bersalah.
Panda menjadi saksi, sekaligus korban dari rezim orde baru. Sebagai wartawan yang berusaha menuliskan suara rakyat yang terbungkam. Namun Panda diserang dari segala penjuru oleh anak- anak ingusan, politisi junior dan amatir para pembela dan pemuja Gibran. Mereka tidak tahu malu menyerang Panda agar dianggap loyal dan setia, berjasa kepada Gibran.
Gibran Tidak Perlu Dibela
Kongres Rakyat Nasional (Kornas) sebagai wadah berhimpun dan berjuang rakyat dalam mewujudkan tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia menyampaikan pandangan dan sikap sebagai berikut:
Tinggalkan Balasan