Oleh: Burhanuddin Jamal

Mahasiswa Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP Kie Raha Ternate

_______

TERDENGAR gemuruh di langit, awan mendung memenuhi angkasa. Udara terasa dingin dan lembap. Hari itu hujan sangat deras menerpa bumi, seolah air dari atas langit itu ditumpahkan semua bawahnya, kicau burung bidadari hilang entah kemana. Sehari menjelang upacara penaikan bendera merah putih bagi bangsa tuan tanah.

”Ini tanah kita, dari leluhur ke zaman”. Sepenggal nyanyian mahasiswi Kehutanan Universitas Cenderawasih ketika kami duduk santai di pondok rumah belajar sekolah rimba anak-anak pendalaman hutan Tayawi.

“Jangan sejari pun tanah ini tergadai sebab tanah adalah kehidupan bagi Suku Tobelo Dalam”. Sesosok pemurah senyum dan bergaul tak berhenti bernyanyi mengalahkan rintik-rintik hujan.  Mendengar suaranya, naluriku sebagai seorang laki-laki seketika terbangun.

Tapi lagu yang dikarangnya dari bibir yang menunggu hujan reda, aku jadi terbawa-bawa ingatan dengan bahasa orang Yunani tanah itu pedon, satu dua kali terbawa-bawa bayangan soal bacaan bangsa Latin tentang tanah atau disebut solum. Nyanyiannya mengandung makna  tanah merupakan warisan penting. Bahkan, manusia pertama diciptakan dari tanah. Dahsyatnya, semua akan kembali ke tanah. Tanah menjadi penting karena fungsinya sebagai sebuah kehidupan.

Tanah adalah bagian penting dari ekosistem yang mempunyai beragam fungsi sebagai penyangga secara fisik, penyedia udara, penyedia air, pengatur suhu, pengendali bahan beracun, dan penyedia hara bumi yang perlu dihargai, dilindungi, dan dikelola, adanya tanah, ada rumah, ada sawah. Bahkan bahan mentah industri juga ada yang menggunakan tanah. tanah bisa menjadi sumber energi bagi kehidupan. Sebab mahasiswi berhijab hijau kala itu berhenti bernyanyi.