Menjadi Tanda Tanya: Tuntutan Kades Memperpanjang Masa Jabatan 9 Tahun
Oleh: Alva Martoms Rorano
Mantan Ketua Aliansi Sarjana Mahasiswa Pelajar Fagalgali Desa Buli Asal-Wayafli
Kecamatan Maba Kabupaten Halmahera Timur
_______
BEBERAPA minggu terakhir ini wacana perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi santer diperbincangkan di seantero negeri ini, setelah ribuan kepala desa melakukan aksi demonstrasi di Gedung DPR RI menuntut masa jabatan kepala desa diperpanjang menjadi 9 tahun dalam satu periode.
Kita tahu bersama bahwa masa jabatan kepala desa sebagaimana diatur dalam Undang-undang Desa Nomor 6 Tahun 2014 Pasal 39 ayat (1), seorang kepala desa memegang jabatan selama 6 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan dan bisa menjabat kembali selama 3 kali secara bertutur-turut atau tidak berturut-turut. Artinya seorang kepala desa bisa menjabat selama 18 tahun bila mana terpilih kembali.
Rentetan demonstrasi yang dilakukan kemudian memuncul beragam komentar. Tak sedikit pihak yang mengecam dan menolak hasrat para kepala desa untuk berkuasa dengan waktu yang lebih lama.
Saya sebagai seorang pemuda yang sejak kecil tumbuh besar dan hidup di desa pun ikut tergelitik untuk berasumsi atas tuntutan kepala desa tentang penambahan masa jabatan ini. Sementara, di tengah tuntutan melanggengkan kekuasaan masih cukup banyak ketimpangan sosial dan ekonomi yang belum tertangani dengan baik.
Kesannya memang kurang etis jika berkomentar lebih perihal kinerja pemerintahan desa yang kurang maksimal. Namun faktanya demikian, bahwa kita dapat menemukan warga yang membutuhkan pelayanan mengalami kendala karena kantor desa yang kadang ditutup padahal dalam hari pelayanan, pemberdayaan masyarakat yang kurang terfokus, pemanfaatan anggaran belum tepat sasaran sesuai dengan potensi desa untuk memberdayakan warga desa agar bisa mandiri, bahkan yang lebih parahnya lagi warga tidak lagi memiliki kepercayaan terhadap pemerintah desa.
Komentar