Oleh: Ahmad Yani Abdurrahman

Staf Pengajar Unkhair Ternate

_______

WALI Kota Ternate akhirnya menonaktifkan Dirut Perumda Ake Gaale Abubakar Adam sebagai buntut dari konflik internal antara karyawan dan direksi. Keputusan ini sekaligus mengakomodir tuntutan karyawan Perumda Aka Gaale yang salah satunya menuntut Wali Kota selaku KPM memberhentikan direksi PDAM yang menurut karyawan hanya memperkaya diri serta kurang memperhatikan kesejahteraan dan kinerja karyawan.

Sebelumnya upaya mediasi antar karyawan dan direksi melalui penyelesaian hubungan industrial oleh Dinas Tenaga Kerja Kota Ternate juga gagal karena baik karyawan maupun direksi tidak mencapai titik temu. Akibat konflik tersebut masyarakat menanggung beban. Di tengah pelayanan Perumda Ake Gaale yang belum optimal konflik justru lebih memperburuk pelayanan air bersih. Masyarakat yang menikmati pelayanan “Senin Kamis” dibuat menjadi “Senin Senin”.

Publik menilai keputusan Wali Kota selaku KPM Perumda Ake Gaale tepat karena terbukti menyudahi konflik internal perusahaan pelat merah tersebut sekaligus menormalkan pelayanan air bersih. Tetapi apakah keputusan tersebut menjadi solusi mengatasi akar masalah di Perumda Ake Gaale? Untuk jangka pendek memang ampuh mengatasi konflik dan menormalkan pelayanan air bersih yang terganggu dalam beberapa hari, tapi untuk jangka panjang belum tentu efektif mengatasi akar masalah di perusahaan milik Pemkot. Bahkan keputusan ini bisa jadi preseden buruk bila ke depan konflik antar karyawan dan direksi terulang solusinya hanya copot direksi sebab karyawan memiliki senjata ampuh “mogok kerja” sebagai bargaining menuntut aspirasinya.

Ini akan menjadi “pekerjaan rumah” bagi Wali Kota selaku KPM maupun Plt Dirut Perumda Ake Gaale guna mencari akar masalah yang melilit BUMD punya pemkot. Jika diamati dari informasi media, isu utama tuntutan karyawan adalah soal kebijakan kompensasi direksi dan karyawan. Karyawan mempermasalahkan kebijakan pemberian kompensasi direksi yang nilainya sangat fantastis meskipun kemudian direvisi, sebaliknya untuk karyawan terkesan merasa dirugikan. Selain kompensasi ada isu lain yang perlu menjadi fokus perhatian KPA maupun Plt Dirut mengapa terjadi konflik yang intensitas dan skalanya begitu luas dibandingkan sebelumnya.

Dalam perspektif sosioligis, konflik dapat dimaknai proses sosial antara dua orang atau lebih bisa saja kelompok di mana para pihak saling menyingkirkan dengan menghancurkan atau membuat tidak berdaya. Sosiolog Jones, bahkan menyebut konflik organisasi adalah bentrokan yang terjadi ketika perilaku yang diarahkan pada tujuan dari suatu pihak untuk menjatukan atau menggagalkan pihak lain.