Oleh: M. Kubais M. Zeen* dan Indah Sari Hamid**
*Editor, pernah Penulis Tamu untuk Literasi Koran Tempo
**Alumni Sastra Inggris Unkhair Ternate, Staf Disarpus Malut
_______
“Orang Maluku Utara malas membaca.”
(Gubernur Malut, Abdul Gani Kasuba)
SEPTEMBER lalu, menjadi begitu istimewa. Betapa tidak. Lima hari sebelum untaian do’a yang setulus hati ditambatkan untuk 23 tahun Indah, kami berada di antara seratus orang yang memadati ruang panjang sebuah hotel di Kota Rempah. Pagi hari itu, Profesor Antropolingistik Unkhair, Gufran A. Ibrahim menjadi salah satu narasumber kegiatan literasi.
Sebelas hari kemudian, tepatnya tanggal 28, di beranda cafe yang tak lagi berbinar seperti beberapa tahun lalu. Aroma literasi muncul dalam perbincangan santai dengan sosiolog UMMU Dr. Herman Oesman, Wakil Ketua DPRD Malut M. Rahmi Husen, jurnalis senior sekaligus CEO Kabarpulau.com Mahmud Ici, dan Usuri dari Disarpus Malut. Hanya Indah yang tak menyempatkan diri di malam sesudah hujan berlalu, dan angin sepoi masih membelai itu.
Tapi, literasi yang dibincangkan pada perjumpaan di dua “panggung” yang berbeda tersebut, menyesakkan dada. Masih segar dalam ingatan, melalui makalah berjudul “Bisa dan Biasa Membaca: Alas Budaya Literasi,” Profesor Gufran membentangkan kondisi budaya baca kita yang terbenam, terantuk lagi oleh rayuan teknologi digital yang menembus jantung kehidupan privat.
Membaca yang dititahkan Tuhan (QS. Al-Alaq) untuk menajamkan nalar pun kian tertimbun oleh budaya tutur yang tak lagi menggunakan mulut, melainkan dengan jemari di banyak platform media sosial yang melumpuhkan nalar.
Tinggalkan Balasan