Tandaseru – Provinsi Maluku Utara mendapat kuota Kartu Prakerja sebanyak 26.954. Sayangnya, jumlah pekerja terdampak dan pencari kerja (pencaker) yang dinyatakan lolos pendaftaran program Kementerian Tenaga Kerja ini baru 1.375 orang alias 5,10 persen. Pengamat menilai, program Presiden Joko Widodo ini tak efektif memberikan solusi untuk para pekerja.
Kepala Bidang Pelatihan dan Penempatan Tenaga Kerja Dinas Tenaga Kerja Maluku Utara, Sri Bagio mengungkapkan, untuk pendaftaran gelombang pertama dan kedua Kartu Prakerja di Malut hanya 1.375 orang yang dinyatakan lulus.
“Kalau gelombang ketiga belum ada hasilnya,” ungkapnya, Rabu (13/5).
Sri Bagio bilang, dari 1.375 orang itu belum dapat dipastikan berapa yang merupakan pekerja terdampak Covid-19 dan berapa yang pencaker.
“Jadi yang lulus itu kami juga hanya dapatkan totalnya saja, sementara nama-nama belum kami terima. Jadi belum bisa memastikan apakah yang lulus ini semuanya dari pekerja di-PHK dan dirumahkan atau semuanya pencaker,” tuturnya.
Disnaker juga tak bisa memastikan berapa orang yang mendaftar untuk Kartu Prakerja gelombang ketiga. Pasalnya, pendaftaran dilakukan secara daring.
“Kalau yang kami bantu daftarkan hanya 250 orang. Ada juga yang mendaftar secara pribadi,” terang Sri Bagio.
Sejauh ini, jumlah karyawan di Malut yang di-PHK dan dirumahkan gara-gara Covid-19 sebanyak 2.935 orang. Menurut Sri Bagio, data itu diberikan langsung perusahaan ke Disnaker.
“Data karyawan terdampak ini sudah dikirim ke Kementerian untuk bisa sekaligus diusulkan untuk mendapatkan Kartu Prakerja. Namun meski kami sudah sampaikan datanya, tapi karyawan juga harus mendaftar agar bisa mendapatkan Kartu Prakerja,” tandasnya.
Saat ini, pendaftaran Kartu Prakerja sudah masuk gelombang keempat. Sri Bagio berharap makin banyak orang di Malut mendaftarkan diri untuk program ini.
“Gelombang keempat sudah dibuka, dan masih ada gelombang berikutnya lagi. Pendaftaran Kartu Prakerja ini sampai Desember,” pungkasnya.
Pengamat Kebijakan Publik Dr. Mukhtar Adam kepada tandaseru.com menyatakan, program Kartu Prakerja syarat dengan penumpang gelap. Pasalnya, program ini tak cukup riil memberi akses pekerjaan kepada pekerja untuk memperoleh pekerjaan yang dibutuhkan di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19.
“Berharap pemerintah pusat segera membatalkan kebijakan yang tidak sesuai dengan isu kekinian akibat pandemi Covid-19, dengan mengalihkan pada kegiatan yang lebih produktif sehingga membantu proses pemulihan di tengah bergesernya aktivitas ekonomi akibat Covid-19,” jabar Mukhtar, Kamis (14/5).
Mukhtar bilang, fenomena kesulitan pekerja mengakses Kartu Prakerja terjadi dimana-mana. Bahkan ada daerah yang memfasilitasi pekerja terdampak dengan menyediakan email pekerja yang tidak memiliki email.
“Namun faktanya jumlah yang diterima tidak sesuai dengan usulan. Sisi lain, sistem verifikasi pekerja terdampak juga tidak secara baik dikelola,” ujarnya.
Karena itu, sambung Mukhtar, untuk mengurangi resistensi di tengah masyarakat yang saat ini mengalami berbagai tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19, sebaiknya program ini dievaluasi kembali dengan kebijakan yang lebih baik.
“Yang sesuai dengan dinamika ekonomi dan para pencari kerja saat ini,” tandasnya.
Dilansir dari prakerja.go.id, Kartu Prakerja adalah bantuan biaya pelatihan bagi warga Indonesia yang ingin memiliki atau meningkatkan keterampilannya. Manfaat dari kartu ini adalah tiap peserta akan mendapat uang senilai Rp 3.550.000.
Rinciannya, Rp 1 juta untuk bantuan pelatihan, Rp 600 ribu per bulan untuk insentif setelah pelatihan selama 4 bulan, serta insentif survei kebekerjaan seebsar Rp 50 ribu per survei untuk 3 kali survei.
Tinggalkan Balasan