Tandaseru — Kejaksaan Tinggi Maluku Utara menerapkan pendekatan restorative justice (RJ) dalam penanganan dua perkara pidana, Kamis (15/5/2025).
Dalam RJ tersebut, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI menyetujui penghentian penuntutan dua perkara yang diajukan Kejari Ternate dan Kejari Halmahera Tengah.
Kasi Penkum Kejati Richard Sinaga menjelaskan, perkara pertama diajukan Kejari Ternate atas nama tersangka MR alias Ical. Ia disangka melakukan tindak pidana pencurian terhadap BP sebagaimana diatur dalam Pasal 362 KUHP.
“Tersangka dan korban sama-sama berprofesi sebagai tukang ojek online. Mereka telah berdamai tanpa syarat, dan kerugian korban sebesar Rp 5.545.000 telah dikembalikan. Sisa uang hasil pencurian sebesar Rp 355.000 juga telah disita, sehingga tidak ada lagi kerugian yang ditanggung korban,” ujar Richard.
Selain itu, menurutnya, pertimbangan lain yang mendasari RJ adalah tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, serta ancaman hukuman tidak lebih dari 5 tahun. Masyarakat pun merespon positif perdamaian tersebut.
Perkara kedua berasal dari Kejari Halmahera Tengah dengan tersangka DAA yang disangka melakukan penganiayaan terhadap EM, melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP.
“Dalam kasus ini, telah tercapai kesepakatan perdamaian antara pelaku dan korban dengan syarat. Tersangka juga sudah memberikan bantuan biaya pengobatan sebesar Rp 3.500.000 kepada korban,” ungkap Richard.
Ia menambahkan, hubungan kekeluargaan antara pelaku dan korban serta respon positif masyarakat menjadi faktor penting dalam persetujuan penghentian penuntutan.
Dengan adanya persetujuan ini, Kejati Maluku Utara terus mendorong pendekatan keadilan restoratif sebagai solusi penyelesaian perkara yang berorientasi pada pemulihan keadaan dan hubungan sosial, bukan sekadar penghukuman.
Tinggalkan Balasan