Oleh: Ilham Djufri, ST.,M.Kom
Sekretaris PD SPSI Maluku Utara
_______
PERNYATAAN Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda dalam rangka Hari Buruh Internasional 2025 di berbagai media seperti media TivaNusantara pada 29 April 2025 terdengar simpatik dan sarat nilai moral. Namun jika dikritisi secara mendalam, beberapa hal perlu disoroti, seperti:
Kurangnya konteks konkrit; Sherly mengajak untuk “memperjuangkan hak dan kesejahteraan semua pekerja”, namun tidak disertai dengan langkah atau kebijakan konkrit dari Pemerintah Provinsi Maluku Utara.
Dalam konteks pernyataan publik seorang Gubernur, seruan moral semata menjadi kurang bermakna jika tidak dibarengi dengan komitmen kebijakan, seperti: penegakan upah minimum di sektor informal, peningkatan akses jaminan sosial tenaga kerja dan penanganan kasus pelanggaran ketenagakerjaan (PHK sepihak, jam kerja berlebih, dan sebagainya).
Kesetaraan sektor masih retoris; Pernyataan “di darat, di laut, di pabrik, di kantor, di pasar dan di rumah” tampak inklusif, namun tanpa data dan rujukan program, hanya terdengar simbolik. Pekerja di laut (seperti nelayan) dan pekerja rumah tangga misalnya, seringkali tidak terlindungi oleh sistem formal ketenagakerjaan.
Apa peran Pemerintah Provinsi Maluku Utara dalam menjembatani perlindungan mereka? Tidak jelas kebijakan apa yang ingin dilakukan. Tidak ada afirmasi terhadap isu lokal; Maluku Utara memiliki karakteristik ketenagakerjaan tersendiri, terutama di sektor tambang, perikanan, dan perkebunan.
Pernyataan gubernur sama sekali tidak menyentuh isu-isu krusial seperti perlindungan buruh tambang dan dampak ekologis terhadap masyarakat sekitar, isu pekerja migran informal lintas pulau, lintas negara, dan ketiadaan Serikat Pekerja di beberapa perusahaan.
Pernyataan seperti “setiap tenaga bermakna, bersama kita wujudkan dunia kerja yang adil” terdengar menginspirasi, namun bisa terkesan kontradiktif jika tidak selaras dengan kenyataan di lapangan misalnya masih tingginya angka kerja kontrak tanpa jaminan sosial atau praktik outsourcing yang tidak manusiawi.
Momentum May Day 2025 diharapkan Gubernur Maluku Utara memberikan hadiah kepada buruh di Maluku Utara dengan cara memperjuangkan penghapusan outsourcing di Pemerintah Pusat karena janji politik dan desakan buruh. Presiden Prabowo Subianto, dalam berbagai kesempatan, pernah menyampaikan komitmennya untuk menghapus sistem outsourcing. Harapan itu kembali ditegaskan oleh para pemimpin serikat buruh menjelang May Day tahun ini. “Kami menunggu kebijakan Pak Presiden Prabowo hapus outsourcing, karena itu janji beliau bertahun-tahun. Serikat Pekerja percaya beliau ksatria, pasti akan dihapuskan”.
Pernyataan Gubernur Sherly secara moral dapat diapresiasi, namun secara substansi tampak dangkal karena tidak mengandung arah kebijakan atau komitmen implementatif. Dalam konteks Hari Buruh, masyarakat terutama buruh membutuhkan lebih dari sekadar ucapan: mereka butuh kepastian perlindungan dan keberpihakan nyata dari pemimpinnya. (*)
Tinggalkan Balasan