Oleh: Fikri Irwan
Kabid Advokasi dan Gerakan Ikatan Pelajar Mahasiswa Laromabati
_______
AGEN Premium dan Minyak Solar atau APMS secara fundamental memiliki peran penting dalam menyalurkan Bahan Bakar Minyak, baik bersubsidi maupun non subsidi, kepada warga yang memiliki pendapatan per kapita yang rendah, seperti di kecamatan. APMS diharapkan dapat menjadi sarana penting dalam menyentuh masyarakat kelas bawah dalam hal distribusi BBM.
Sudah menjadi rahasia umum, dalam urusan dagang, semua orang termasuk pengusaha, selalu mengejar margin yang besar, guna untuk mengakumulasi kapital atau pendapatan rata-rata per hari, bulan maupun per tahun. Semuanya itu lahir dari perencanaan dan kalkulasi yang matang, agar tetap mempertahankan eksistensi bisnis yang berkelanjutan atau sustainable. Namun, bagimana bila dalam praktiknya pengusaha kecil atau pengecer diduga lebih diprioritaskan oleh pengusaha nakal daripada rakyat jelata, guna mendapatkan keuntungan yang lebih besar?
Mustahil, bila Agen Premium dan Minyak Solar yang berlokasi di Jl. Poroniti desa Laromabati yang memiliki kapasitas penampungan bahan bakar minyak, sekurang-kurangya 30 sampai 40 ton untuk melayani kebutuhan warga Kayoa Utara, terkait Bahan Bakar Minyak dengan secuil jumlah kendaraan. Faktanya, minyak subsidi dan non subsidi bagaikan dilahap api neraka. Sehingga, lingkungan dan warga se-Kayoa Utara terkena dampak dari keserakahan struktural dalam kurun waktu dua hari.
Pernyataan penanggung jawab pihak Agen Premium dan Minyak Solar atau APMS Laromabati yang menyebutkan alasan penjualan Bahan Bakar Minyak di luar kecamatan yang membuat kelangkaan BBM, tidak bisa disaring oleh pikiran, sehingga mencerminkan dugaan upaya menutupi tindakan zalim pihak Agen Premium dan Minyak Solar.
Bahan Bakar Minyak memiliki peran yang cukup signifikan, dalam mendorong pendapatan (ekonomi) per kapita, bukan hanya di Maluku Utara, melainkan di setiap penjuru dunia yang mengharuskan menggunakan BBM dalam setiap langkah ativitasnya. Zaman bergegas begitu cepat, dalam perkembanganya, kadang tidak bisa ditepis oleh pedagogi.
Bahan Bakar Minyak juga dapat merembes dan mempengaruhi lini Pendidikan. Warga di yang bermukim di bawah garis katulistiwa (Pulau Kayoa), secara sosiologi masih sama dengan sebelumnya, yang tertinggal dalam hal pengetahuan dan kritisisme. Sadar dengan keterbatasnya, upaya memproduksi sumber daya manusia lewat pendidikan tinggi selalu diupayakan. Dengan langkah yang tertatih-tatih, kehilangan harapan dan pesimisme mulai datang. Sebab, dihadapkan dengan realitas pendidikan tinggi yang amat mahal, ditambah dengan BBM yang langkah dapat membunuh harapan. Hal itu disebabkan karena Bahan Bakar Minyak dewasa ini menjadi nadi bagi setiap orang, sebab digadang-gadangkan menjadi kebutuhan primer yang sangat vital.
Di sisi lain, Aparat Penegak Hukum (APH) di kecamatan yang memiliki fungsi penegakan hukum, memelihara ketertiban dan keamanan pada warga tingkat desa sampai kecamatan, dinilai seakan-akan tidak berkutik dengan dugaan praktik kotor terkait dengan minyak, yang menyebabkan kelangkaan bahan bakar minyak bersubsidi sampai non subisdi.
Untuk itu, Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan, melalui dinas-dinas terkait menjadi ujung tombak dalam penyelesaian problem BBM di daerah, khususnya di Kecamatan Kayoa Utara. Langkah Pemkab Halsel di bawah kemudi bupati Hasan Ali Bassam Kasuba dapat diuji lewat gerakan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) teknis di kabupaten yang dikenal sebagai daerah yang mengajarkan nilai persaudaraan yang kuat (Bumi Saruma).
Kemauan untuk mengambil langkah sepihak, tentunya tidak dibenarkan di mata hukum. Namun, pembiaran terkait dugaan penyalahgunaan wewenang terkait bahan bakar minyak bersubsidi, yang menimbulkan keluhan warga, hingga berujung dengan respon aksi bolkade, ini tidak dibenarkan dalam suatu etika pemerintahan. Oleh sebab itu, dalam penyelesaian masalah ini, kita mengacu pada jalan yang arif.
Untuk mengambil jalan tengah tanpa merugikan sepihak, dinas terkait seperti Dinas Perindustrian dan Perdagangan Halmahera Selatan, dan Aparat Penegakan Hukum mesti gesit dalam melihat problem daerah yang coba dimainkan oleh oknum kapitalis yang nakal.
Dalam konteks ini, tangki minyak mengalami kebocoran yang juga menjadi alasan pengusaha minyak subsidi, mendistribusikan minyak keluar Kecamatan, tentu menggelitik pikiran kritis setiap orang. Bagaimana bisa, bahan bakar minyak yang diterima dengan volume puluhan ton dapat di tampung pada tangki minyak?
Akibat politisir persoalan BBM yang mengais nilai keadilan dan aturan. Penulis merasa tindakan warga yang melakukan blokade satu yunit tempat penyaluran Bahan Bakar Minyak, dapat dipahami dan dimaklumi sebagai bentuk peringatan keras atau warning pada pemerintah dan pengusaha. Kita berharap ada langkah konkrit soal konflik kepentingan yang memanas hingga saat ini. (*)
Tinggalkan Balasan