Oleh: Bung Opickh
Penulis Buku
_______
DINAMIKA reformasi membawa dampak yang begitu besar terhadap keinginan masyarakat Pulau Morotai untuk menjadikan daerah otonomi baru. Ketika peluang pemekaran termaktubkan dalam UU Nomor 22 Tahun 1999 yang disempurnakan menjadi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang pembagian kewenangan dalam kebijakan “Fiskal Balance” keseimbangan keuangan antara pusat dan daerah otonomi.
Tentu kebijakan itu memicu banyak daerah yang ingin keluar dari daerah induknya agar berdiri sendiri untuk menentukan kebijakan sendiri dan mengelola potensinya sendiri. Apalagi Morotai didukung dengan dinamika politiknya, ekonomi, sosial-budaya, geografis dan potensi alamnya. Yang selaras dengan kriteria pembentukan suatu daerah otonom yang disebutkan dalam PP Nomor 129 Tahun 2000 tentang persyaratan, kriteria dan prosedur pemekaran.
Otonomi daerah atau desentralisasi sudah dianggap sebagai cara yang ampuh dan mengandung nilai dogmatis dalam memecahkan kesenjangan sosial antara pemerintah pusat dengan daerah. Tentu tak lain karena disebabkan terlalu lamanya sistem pemerintahan kita yang sentralisasi dianggap sebagai penyumbat dalam mendistribusikan keadilan. Sehingga desentralisasi sebagai suatu cara atau sistem yang dapat mengembalikan substansi kekuasaan dalam sistem demokrasi yang sesungguhnya.
Meskipun otonomi daerah masih menjadi perbincangan yang hangat hingga saat ini. Terhadap problematik yang dihadapi untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Tetapi setidaknya ada upaya negara yang menginginkan kemandirian sebuah daerah. Seperti yang disampaikan Plato dan Thomas More, tentang “Negara Utopia”.
Secara teoritis pembagian kekuasaan dapat dilakukan melalui dua cara, yakni “capital division of power” dan” areal division of power. Selaras dengan Trias politica oleh Montesquieu, yang membagi kekuasaan menjadi: (kekuasaan eksekutif) yang melaksanakan undang-undang. (kekuasaan legislatif) yang membuat undang-undang dan (yudikatif) yang mengadili atau lembaga peradilan.
Kembali ke Pulau Morotai, secara historis Morotai memiliki peran yang strategis dalam perang dunia ke dua. Sebagai upaya perwujudan perdamaian dunia oleh Amerika Serikat dan sekutunya. Pulau ini, juga turut serta memiliki andil pada proses kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Meskipun tak banyak catatan sejarah tentang kontribusi Morotai terhadap Bangsa Indonesia.
Tahukah anda bahwa pasca jatuhnya Hiroshima dan Nagasaki, yang dibombardir sekutu kala itu menjadikan Morotai sebagai salah satu pangkalan utama. Lalu kemudian Indonesia secara terbuka menyampaikan kemerdekaannya. Termasuk Pembebasan Irian Barat atau yang dikenal dengan “Trikora” dengan menjadikan Morotai sebagai pangkalan menuju invasi Irian Barat kala itu.
Karena itu, tak ada alasan yang menghalangi perjuangan masyarakat untuk menjadikan Morotai sebagai daerah otonomi baru kala itu. Dengan tekad dan tujuan sebagai berikut:
- Memperpendek rentang kendali dalam pelayanan publik.
- Percepatan pembangunan sumberdaya manusia dan infrastruktur.
- Peningkatan kesejahteraan masyarakat.
- Mengakhiri perlakuan tidak adil dari daerah otonom induk.
- Pengelolaan sumberdaya alam daerah secara optimal dan berkelanjutan.
- Pengendalian stabilitas keamanan, mengantisipasi disparatis dan menjemput arus globalisasi di kawasan Asia-Pasifik.
Terlepas dari tujuan otonomi daerah secara teori dan konstitusional. Sebetulnya ada spirit yang tersembunyi atau disebut “Wasiat Pemekaran Pulau Morotai” yang mesti diketahui oleh masyarakat dan generasi muda, kini dan nanti, yaitu:
- Memprioritaskan putra-putri terbaik Pulau Morotai dalam birokrasi dan lapangan kerja lainnya. Jika ada imigran tentu berkompeten, toleran, nasionalis dan ber-KTP Morotai.
- Mendirikan universitas agar generasi tak lagi sulit mengenyam pendidikan tinggi.
- Membangun Morotai sesuai dengan spirit perjuangan, yaitu kesejahteraan bersama, bukan personal atau kelompok tertentu.
- Menghargai orang-orang yang telah turut berjuang tanpa melihat latar belakang etnis dan agama. Meskipun itu orang di luar Morotai, kita tetap dan harus mengenang mereka. Seperti Mohtar Balakum, Lukman Badjak, Husni Amal, Satir Samad, Thaib Armayn, Bang Gafur, Saiful Bahri Ruray dan lain-lain.
Kata Bung Karno, bangsa yang besar adalah bangsa yang tak pernah melupakan sejarahnya “JAS MERAH”. Jhon F Kennedy, “Negara yang besar adalah negara yang memiliki sejarah yang besar”.
“Selamat hari lahir kabupatenku, Pulau MorotaI, 20 Maret 2009-20 Maret 2025”. Terus maju, maju dan maju. (*)
*Sumber Referensi:
- Wawancara Ahmad Peklian, Ali Malase dan Sakir Sandri.
- Dokumen pokok pikiran pemekaran Pulau Morotai tahun 2006.
- Dokumen DPRD Halmahera Utara tahun 2006 tentang Pansus pemekaran Pulau Morotai.
- Hasil kajian Bappeda Litbang Depdagri, 2001.
- Dokumen Pulau Morotai sebagai kota Otorita, 2001.
- Rahman Arafik, 2022 “Jejak Morotai; Perang Pasifik, Pemekaran dan Pembangunan”. CV. Megania Aksara Publishing.
Tinggalkan Balasan