Menurut dia, rumah sakit apapun yang menjadi tempat untuk pemeriksaan kesehatan paslon akan ditetapkan dalam bentuk keputusan KPU Provinsi bagi pemilihan gubernur. Begitu juga tim pemeriksa kesehatan sudah diatur dan ditetapkan, sehingga tidak boleh dokter di luar penetapan tim tersebut untuk periksa kesehatan paslon.

“Yang saya sampaikan ini tentang prosedur, bukan soal dokter ahli siapa sekalipun di rumah nomor satu sekalipun. Tapi apakah dokter itu ada dalam tim pemeriksaan kesehatan yang telah ditetapkan oleh penyelenggara bersama RSUD yang telah ditunjuk,” sebut Abdullah.

Menurut Abdullah, pemeriksaan kesehatan paslon harus adil dan setara, rumah sakit mana yang ditunjuk maka harus konsisten. Karena penunjukan rumah sakit adalah produk KPU Malut sendiri.

“Jangan ada paslon lain sesuka hati periksa di tempat lain di luar yang telah ditetapkan KPU Provinsi Maluku Utara. Bukankah KPU Provinsi sudah menunjuk RSUD Chasan Boesoirie Ternate untuk pemeriksaan kesehatan paslon gubernur dan wagub?” ujar Abdullah.

Ia menjelaskan, penetapan rumah sakit dilakukan melalui tata cara dan prosedur, di mana KPU provinsi meminta rekomendasi untuk rumah sakit yang dikelola pemerintah atau pemda, termasuk rumah sakit TNI/Polri, kepada dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang kesehatan provinsi.

“Setelah rumah sakit itu ditunjuk oleh KPU provisi, tentu prosedur lain adalah penetapan Tim Pemeriksa Kesehatan. Yang dimaksud dengan Tim Pemeriksa Kesehatan adalah tim yang terdiri dari tim penilai kesehatan dan tim pendukung pelaksanaan pemeriksaan kesehatan yang ditetapkan oleh kepala atau Direktur Rumah Sakit yang telah ditunjuk oleh KPU Provinsi untuk Pilgub,” jabarnya.

Abdullah pun meminta Bawaslu intensif melakukan pengawasan metode pemeriksaan kesehatan.

“Apakah sudah sesuai atau tidak dengan prosedur metode pemeriksaan kesehatan yang telah diatur dalam Juknis KPU Nomor 1090 Tahun 2024,” tandasnya.