Kita dan Janji Manis Serigala: “Jika Saya Terpilih, Saya Akan Makan Sayur Aja”
Oleh: Anwar Husen
Kolomnis/Tinggal di Tidore
________
PETIKAN judul tulisan ini saya dapatkan dari sebuah grafis di media sosial facebook. Seekor serigala yang seolah sedang berbicara di podium, di hadapan kerumunan banyak domba. Tertulis keterangan, bujukan serigala di hadapan jutaan ekor domba. Tak jelas siapa yang membuatnya.
Saya begitu tertarik pada grafis ini karena analog gambar dengan pesan narasinya, yang saya duga, ini metafora terkait janji pemimpin kepada calon pemilih dalam kontestasi langsung pemilihan pemimpin, apapun kategori dan level pemimpin itu.
Kita mungkin pernah mendengar sinisme lainnya yang kurang lebih sebangun: dulu di bangku sekolah, mengarang bebas itu umumnya dimulai dengan kalimat, pada suatu hari. Sekarang berganti menjadi, jika saya terpilih.
Di percakapan sebuah WAG, seorang karib sedikit memprotes tagline salah satu paket calon Gubernur Maluku Utara tentang pendidikan dan kesehatan gratis dengan argumen kurang lebih, bahwa sudah terlalu banyak janji program yang sama selama ini sembari sedikit mengusulkan idenya. Padahal juga, calon gubernur dalam paket ini, mungkin bermaksud "melebarkan sayap" program baik ini di sebuah kabupaten ketika dulu menjadi kepala daerah di sana. Dan memang testimoni keberhasilannya datang dari banyak pihak, didukung jejak digital berita media hingga fakta pengakuan internasional dari lembaga kesehatan Perserikatan Bangsa-Bangsa bernama WHO dalam bentuk award yang diterima beberapa tahun terkait pengendalian penyakit tertentu di bidang kesehatan. Juga kita tahu bahwa janji mewujudkan program pendidikan dan kesehatan gratis adalah implikasi dari janji konstitusional negara, yang sampai kapanpun dia tetap relevan. Formulanya saja bagi setiap pemimpin daerah yang diubah dan berbeda.
Di fakta implikasi kepemimpinan kepala daerah di provinsi Maluku Utara, kita pernah punya jejak ingatan hingga jejak digital dari legacy bupati dan wali kota yang kuat terbentuk hingga tertanam di memori publik sebagai prestasi teramat luar biasa serta ada perasaan tak rela melepaskannya meski telah berakhir periodesasinya. Suka cita dan rasa duka publik yang mendalam, yang terpotret jelas, ketika melepaskan sang kepala daerah begini. Cukup jadi kesaksian bahwa implikasi kepemimpinannya, kuat membekas di memori hingga batin paling dalam dari banyak orang.
Di sebuah tulisan yang lalu, saya pernah mendeskripsikan duka publik sepak bola di Inggris hingga bahkan fansnya di seantero jagat ketika pelatih Liverpool kala itu, Jurgen Klopp memutuskan mundur meski masa kontraknya masih menyisakan beberapa waktu lagi. Media Theathletic.com hingga menulis judul bahwa berita Klopp tinggalkan Liverpool lebih buruk dari kematian ratu Inggris.
Komentar