Oleh: Hariyadi Alexander Sagey

Pemerhati Hukum dan Politik Kota Sorong

________

PEMILIHAN Umum adalah proses suksesi kepemimpinan sebagai wujud tumbuhnya demokrasi di Indonesia. Sehingga dengan adanya UU Nomor 10 Tahun 2016, dapat diartikulasikan sebagai upaya untuk mengawal proses demokrasi tersebut berlangsung secara jujur (fair play), tertib, dan aman sehingga menciptakan Pemilihan Umum yang berintegritas (integrity electoral) oleh karenanya penegakan hukum (law enforcement) dalam setiap terjadinya tindak pidana pemilihan umum adalah merupakan keniscayaan untuk mewujudkan pemilihan umum secara substansial dan berintegritas.

Proses pengawalan demokrasi tidak bisa dipisahkan dari hak konstitusional warga negara untuk menentukan pilihannya, sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 menyatakan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Makna dari ‘kedaulatan berada di tangan rakyat’ yaitu bahwa rakyat memiliki kedaulatan, tanggung jawab, hak dan kewajiban untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan, guna mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat, serta memilih wakil rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Wujud dari kedaulatan rakyat dilakukan melalui pemilu sebagai instrumen bagi rakyat, untuk memilih pemimpin melalui pemilihan kepala daerah.

Namun, yang tidak dapat pungkiri adalah implementasi kedaulatan rakyat seringkali mendistorsi kedaulatan rakyat dengan banyaknya pelanggaran pemilihan umum yang dilakukan oleh para pihak, baik itu peserta, penyelenggara maupun pemilih. Bahkan ada juga tim sukses yang tidak bekerja sesuai koridor dan fungsinya, sehingga integritas pemilihan umum diciderai dengan adanya pelanggaran tersebut.

Khususnya provinsi Papua Barat Daya, kita semua ketahui bahwa provinsi dengan umur yang begitu mudah dan menjadi bagian dari dinamika demokrasi, pasti banyak hal perlu di siapkan terutama para pemilih, timsus maupun peserta. Semua harus sadar dengan perannya masing-masing agar pemilih dapat memilih kepala daerahnya sesuai asas pemilu yakni “luber-jurdil”.

Begitupun tim sukses yang berupaya menggiring opini liar dan provokatif. Misalnya, mengarahkan massa yang notabenenya simpatisan untuk menciptakan kondisi reaksioner dan tidak kondusif. Karena pelaksanaan demokrasi semestinya harus berintegritas dan substansial.

Jika pemilu dilaksanakan secara berintegritas, dan pelaksanaan pemilu yang berintegritas tidak terlepas dari proses demokrasi yang jujur dan berkeadilan, oleh sebab itu Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara Hukum (rechstaat) tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machtstaat) yang lebih mengutamakan kejujuran dan keadilan hukum, meskipun masih banyak dari warga negara yang belum memiliki akses terhadap keadilan (access to justice).