Keberagaman di Papua Selatan mencorakkan nilai pluralisme dan ke-Indonesiaan yang sesungguhnya. Ada nilai falsafah tentang perbedaan, ada kebebasan bagi setiap orang untuk mencari sumber kehidupan. Kita harus saling melindungi, saling membela, saling merangkul, dan memperoleh kesempatan yang sama dalam ikatan persaudaraan.
Meski demikian, kita masih memiliki banyak pekerjaan rumah yang patut kita selesaikan, yakni problem kesejahteraan. Angka kemiskinan per Maret 2024 berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional berada pada level 17,44 persen. Di daerah perkotaan, jumlah populasi yang tergolong miskin mencapai 5,97 ribu orang, sedangkan daerah perdesaan berada pada angka yang sangat tinggi, 86,23 ribu orang.
Artinya, kategori penduduk miskin masih cukup besar yang hidup di Papua Selatan. Masalah ketimpangan harus segera dipangkas dengan pola kebijakan yang terukur, baik secara jangka pendek, menengah, maupun jangka panjang. Memang tidak semata-mata persoalan serius ini diselesaikan dalam waktu singkat. Tentunya tidak mudah, tetapi bukan juga hal yang mustahil diselesaikan. Karena itu, tidak boleh ada batasan sistemik karena pola kerja atas nama kepentingan politik, harus ada komitmen pengambilan kebijakan tepat sasaran.
Bahkan hemat saya, Papua Selatan sebagai Rumah Besar bagi semua golongan harus dilibatkan untuk bersuara, dilibatkan dalam setiap perundingan, dan menyatakan semua suka duka yang dirasakan. Kemiskinan bukan hanya soal siapa yang tidak memiliki kekayaan materi, melainkan kemiskinan sejatinya adalah tentang siapa yang tidak mau berkomitmen untuk peduli.
Dari sisi eksekutif, kebijakan yang dibuat harus membuka jalan kesejahteraan bagi semua lapisan. Dari sisi legislatif, fungsi kontrol, anggaran, dan berbagai aturan yang dibuat harus menguntungkan rakyat kecil. Sebab, kita tidak menghendaki Rumah Besar Kita, Papua Selatan, terwariskan oleh masalah ketimpangan yang sulit diurai.
Papua Selatan adalah Rumah Besar Kita, sebuah rumah yang dibangun oleh kasih, kedamaian, dan cinta yang terpatri. Kita harus berani untuk saling mengoreksi, saling mengimbangi, agar kelak tidak ada marginalisasi. Kemiskinan hari ini adalah kenyataan, kesejahteraan masih jadi harapan, apa yang kita lakukan nanti harus saling memanusiakan. Sebab rakyat sejatinya adalah pemegang kedaulatan. Kita harus berhenti sampai di sini, memutus rantai kemiskinan.
Papua Selatan Rumah Kita: difondasi oleh kekayaan, berdinding kesejahteraan, beratap kemajuan, dan berisi kedamaian. Jangan sampai kita hanya terdiam berada di halaman, meratap kemiskinan dan menjadi kaum tertindas yang mudah dipecah-belahkan. (*)
Tinggalkan Balasan