Dari informasi karib saya, kampung asalnya di Tongowai, jadi terlihat sepi karena banyak dari mereka sedang bekerja di luar Tidore, di kabupaten Halmahera Selatan, karena ada paket pekerjaan bernilai besar yang dikerjakan oleh pengusaha besar ‘anak kampung’nya, yang ‘jadi besar’ di luar daerah. Jumlahnya hingga ratusan orang, dengan nominal pendapatan relatif besar. Mungkin karena kebetulan sesama anak kampung dari sang direktur pemberi kerja.

Pesan dari cerita karib ini, orang kampungnya sendiri yang menggerakan ekonomi keluarga di kampungnya, bahkan ekonomi daerah ini.

Lain lagi dengan dua anak muda yang saya temui di pelabuhan Bastiong tadi. Jika total mereka yang bekerja di perusahaan pertambangan tadi, bisa di angka 500 orang saja, dengan asumsi rata-rata pendapatan perbulan sebesar Rp 5 juta maka didapat angka Rp 2,5 miliar. Jika dibuka pengeluaran operasionalnya 30 persen maka tersisa angka Rp 1,7 miliar yang berpotensi untuk ‘menyelamatkan’ ekonomi keluarga termasuk saving biaya pendidikan anak sekaligus menolong ekonomi daerah ini, untuk waktu satu bulan saja mereka bekerja. Tidakkah ini adalah sesuatu yang besar dan sangat penting?

Adalah sangat masuk akal bahkan bisa dibilang menjadi kewajiban bagi pemerintah daerah untuk memberi perlakuan lebih buat mereka. Secara ekonomi, bisa dihitung seberapa besar kontribusi mereka menggerakan ekonomi daerah ini, yang miskin investasi dan berimplikasi pada ketersediaan lapangan pekerjaan. Perlakuan itu, minimal memberikan latihan keterampilan tambahan dan bantuan alat-alat pertukangan yang diperlukan oleh kelompok pekerja bangunan tadi. Untuk dua kawan yang jadi teman mengobrol di mobil saya tadi, dan mungkin ribuan teman-teman mereka yang sedang bekerja, berilah mereka apresiasi, apapun bentuknya, mungkin di momentum hari buruh. Paling minimal memberi ucapan terima kasih buat mereka. Kalaulah tak bisa di iklan media massa, minimal di balik mik, di saat tertentu, kalaupun memang tak bisa diundang bersilaturahmi secara langsung di saat tertentu. Seperti yang pernah disematkan kepada Pekerja Migran Indonesia, yang dulunya disebut TKI, yang punya kontribusi ratusan triliun per bulan terhadap negara, mereka adalah pahlawan devisa bagi negara. Mereka turut berkontribusi menyumbang pemasukan devisa dalam bentuk remitansi, pengiriman uang dari dan ke Indonesia. Meski untuk keluarga mereka di Indonesia dan tak masuk dalam pendapatan negara tetapi perannya yang luar biasa dalam menggerakan ekonomi dan usaha keluarganya. Dan kelompok pertukangan tadi, dua kawan saya dan ribuan teman-teman mereka, yang ketika saya menulis ini, mungkin sedang bertaruh risiko dengan pekerjaan yang dijalankan, mereka semua adalah pahlawan ekonomi daerah ini, sama seperti para pekerja migran tadi, apapun sebutannya. Tak tertulis di dalam dokumen APBD saja, yang membuat besaran nominal dari kontribusi mereka itu terlihat samar.

Dan, andai dua teman saya tadi, dan juga mungkin ratusan hingga ribuan teman-temannya, tak bekerja di perusahaan-perusahaan itu, tanpa hewan kurban berupa lebih dari satu ekor sapi di kampung itu, mungkin tak akan cukup berkontribusi bagi ‘perbaikan gizi’ warga kampung mereka. Happy Eid Mubarak. Wallahua’lam. (*)