Caleg dapil Ternate Selatan-Pulau Moti itu mengatakan, dampak politik uang ini banyak penggangguran di kalangan pemuda dan berakhir dengan sering terjadinya tawuran. Contoh kasus lain, ibu-ibu di Fitu yang jualan ikan di pinggir jalan tidak mendapatkan rasa peduli sama sekali oleh pemerintah maupun DPRD.

“Beginilah dampak buruk politik uang. Mestinya pemerintah menyiapkan pasar di Kelurahan Fitu. Selain keselamatan, juga menekan biaya transportasi dan akan terjadi rebutan tempat jualan di pasar yang akhirnya terjadi konflik dengan orang-orang di pasar Bastiong dan Gamalama,” tegas Yahya.

Dia bilang, jika pemerintah tidak mengakomodir kepentingan masyarakat, maka DPRD bisa gunakan hak veto untuk tidak mensahkan APBD.

“Jika saya dipercayakan oleh warga Fitu untuk menjadi dewan maka hal ini yang akan saya lakukan di semua sektor pembangunan yang menjadi prioritas masyarakat,” tukasnya.

Berikutnya adalah politik identitas. Politik identitas, kata Yahya, merupakan praktik politik tidak etis dan dapat merusak kebersamaan, kekeluargaan dan keharmonisan sosial. Karena ada manipulasi identitas seperti suku, etnis, agama dan ras di sana.

“Bahayanya politik identitas dapat memicu konflik dan merusak demokrasi. Politik identitas harus dihindari demi menjaga nilai persaudaraan dan terciptanya demokrasi yang baik dan terbuka,” ungkapnya.

Persoalan terakhir adalah masalah sampah, baliho dan politik. Masalah paling mendesak di Kota Ternate adalah sampah. Pada tahun 2023, volume sampah mengalami peningkatan sebanyak 180 sampai 200 ton per hari, dibandingkan tahun 2022 sebanyak 120 ton per hari. Artinya bahwa jika sampah tidak ditangani secara baik sudah bisa dipastikan akan mengalami peningkatan setiap tahun.