Sementara yang tampak dalam sistem penegakan hukum di Indonesia, justru sebaliknya. Tidak ada jejak persaudaraan sejatinya anak-anak Zeus dan Themis. Tidak tergambarkan persaudaraan dalam kebajikan, melainkan sama-sama menjadi penghubung nepotisme untuk mengelola negara secara amburadul.

Ada banyak kisah tentang mereka yang mencari keadilan. Misalnya, Aksi Kamisan yang setiap minggu digelar di seberang Istana Merdeka, Jakarta. Demi memperoleh keadilan berbagai cara dilakukan, berorasi, membentang poster, hingga mengirimkan surat ke presiden. Sayangnya, perjuangan yang sudah memasuki 16 tahun itu tidak mendapat respons serius dari pemerintah maupun penegak hukum.

Kasus Munir, Semanggi I dan II, maupun sederet kasus pelanggaran HAM berat lain, termasuk upaya kriminalisasi para aktivis adalah preseden buruk dalam penegakan hukum. Di samping itu, maraknya kasus yang melemahkan masyarakat telah mengabaikan prinsip fundamental negara hukum, di mana aturan perundang-undangan tidak mampu mencegah aparatur negara bertindak liar dan sewenang-wenang.

Sementara dugaan kasus yang melibatkan penyelenggara negara maupun keluarganya di berbagai institusi relatif banyak. Dan, proses penyelesaiannya sebagian besar harus diberhentikan sebelum tiba di meja pengadilan. Sungguh, fakta ini merupakan upaya melanggengkan impunitas bagi para pelaku kejahatan yang berada di balik kuasa aparatur negara.

Tentunya, praktik melanggengkan impunitas bertentangan dengan prinsip konstitusi yang mengisyaratkan semua warga negara setara kedudukannya di mata hukum, yang hakikatnya harus dipandang sebagai apa yang baik dan adil (Jus est ars boni et aequi). Penghalangnya, dominasi dan hierarki yang lebih cenderung positivistik serta elitisme dalam penegakan hukum pilih kasih, yang mengakibatkan sejumlah warga negara lainnya harus menghadapi bahaya ketidakadilan dan kesenjangan yang ekstrem.

***
Memang, nyaris semua aparatur negara berwujud tiran, semakin mengerikan hari-hari ini. Tidak ada suami-istri yang menjiwai karakter Zeus dan Themis untuk menjadi penggawa dalam jajaran institusi penegak hukum. Dan, tidak ada anak layaknya Dike, Eunomia, dan Eirene, yang berperan sebagai pejuang sejati yang dapat memenuhi hak bagi para pencari keadilan.