Dalam amar putusan yang menjadi dasar putusan tersebut, Abdullah berujar, terlihat jelas bahwa kedudukan hukum Syarif Sumtaki selaku cakades yang melakukan gugatan ke pemda jelas dan pasti meminta kepada peradilan TUN untuk melakukan pengangkatan sebagai kepala desa.

“Dan permohonan dalam gugatan tersebut dikabulkan oleh PTUN Ambon sebagaimana dalam amar putusan No.27/G/2022/PTUN.ABN Angka satu. Jadi menurut saya berdasar putusan tersebut Bupati harusnya melakukan pelantikan kepada Syarif Sumtaki,” tuturnya.

Jika Bupati Morotai tidak melaksanakan putusan peradilan tersebut, imbuh Abdullah, maka dalam perspektif hukum Bupati telah melakukan perbuatan melawan hukum dan bahkan secara konstitusi DPRD Pulau Morotai harus melakukan fungsi pengawasan untuk melakukan teguran ke Bupati agar segera melantik kades tersebut.

“Seharusnya DPRD Pulau Morotai juga tidak bisa tinggal diam atas perilaku Bupati yang telah melanggar hukum dengan tidak melaksanakan putusan peradilan tersebut,” jabarnya.

Di samping itu, ia menambahkan, perbuatan Bupati ini dapat dilaporkan ke Presiden melalui Mendagri sehingga ada teguran atas sikap Bupati yang terkesan sengaja tidak menindaklanjuti putusan peradilan.

“Bupati harus dilaporkan ke Mendagri sebagai atasannya agar Mendagri secara hierarkis menegur Bupati yang tidak melakukan pelantikan terhadap Syarif Sumtaki. Sanksi administratif yang diberikan kepada Bupati sebagai pejabat pemerintah yang tidak melaksanakan putusan peradilan TUN diatur dalam Pasal 116 ayat (4) UU Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan TUN, yang berbunyi dalam hal tergugat yang tidak bersedia melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, terhadap pejabat yang bersangkutan dikenakan upaya paksa berupa pembayaran sejumlah uang paksa dan/atau sanksi administratif,” urai Abdullah.