Menurut Sugeng, Polri harusnya mengembangkan kultur anti kekerasan dalam lembaga pendidikannya. Kultur kekerasan yang ada harus dikikis untuk menjadikan polisi sipil yang humanis.

“Tidak boleh ditoleransi. Sanksi fisik bisa diberikan yang bertujuan memperkuat kesamaptaan, bukan aniaya yang menimbulkan luka atau kehilangan nyawa. Misalnya push up, koprol, lari keliling lapangan, jalan jongkok,” jelas dia.

Adanya kekerasan antara sesama anggota Polri remaja ini, lanjut dia, perlu dilakukan investigasi lebih mendalam terhadap pertanggungjawaban lembaga pendidikan Sekolah Polisi Negara (SPN) yang ada di Maluku Utara.

“Kalau tahu ada aniaya tapi tidak menindak, maka pimpinan lembaga SPN harus dicopot,” pungkasnya.