“Saya berharap agar pemerintah jangan bersikap apriori dengan kasus bunuh diri yang terjadi di bumi Moloku Kie Raha, karena bunuh diri itu seperti virus modelling (meniru) yang dapat ditiru oleh seseorang yang kehilangan harapan hidupnya. Sama-sama kita mencegah kasus bunuh diri dengan menyosialisasikan cara-cara pencegahan bunuh diri. Himpsi dan teman-teman jurnalis harus bekerja sama mencegah perilaku bunuh diri di Maluku Utara, memberikan pengetahun atau psikoedukasi kesehatan mental untuk mencegah bunuh diri,” tegasnya.

Selain itu, Dosen Prodi Psikologi UMMU ini menambahkan, peran pemerintah sangat penting sebagai inisiator pertemuan lintas instansi dan organisasi profesi untuk serius menekan dan mencegah angka kematian bunuh diri di Maluku Utara.

Pemerintah Maluku Utara maupun kabupaten/kota sudah saatnya melaksanakan psikoedukasi kesehatan mental pencegahan bunuh diri dengan mengundang psikolog atau ilmuwan psikologi, akademisi, tokoh agama, agar rutin memberikan psikoedukasi pentingnya kesehatan mental. Roadshow dari desa ke desa serta mewajibkan kepada masyarakat untuk ikut psikoedukasi tersebut.

“Atau membuat sejenis pelatihan pencegahan bunuh diri dengan mengundang para kepala desa, pak lurah ataupun yang dapat mewakili dari desa/kelurahannya masing sebagai peserta pelatihan. Setelah diberikan pelatihan, kita bentuk volunteer (relawan) pencegahan bunuh diri, agar mereka bisa memberikan sosialisasi kepada masyarakat di desanya masing-masing. Semoga ini menjadi langkah ikhtiar kita bersama sehingga angka kematian bunuh diri di Maluku Utara dapat diminimalisir,” tutur Syaiful.

“Silahkan membangun infrastruktur yang bagus. Tetapi jangan lupa juga membangun kesadaran akan pentingnya kesehatan mental masyarakat Maluku Utara. Khususnya kabupaten/kota yang memiliki angka bunuh diri tertinggi seperti di Halmahera Utara, Kota Ternate, Pulau Morotai dan kabupaten/kota lainnya,” tandasnya.