Tandaseru — Pemerintah Provinsi Maluku Utara memastikan telah memiliki regulasi yang mengatur penarikan pajak air permukaan terhadap perusahaan di Malut.

Dengan begitu, penarikan pajak yang dilakukan selama ini dijamin legal dan sesuai ketentuan.

Hal ini diungkapkan Kepala Bidang Pajak dan Retribusi Badan Pengelolaan Keuangan, Pendapatan dan Aset Daerah Malut, Jainab Alting menjawab tanda tanya Komisi III DPRD terkait penagihan pajak air permukaan.

Jainab mengungkapkan, penarikan pajak didasarkan pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2017 tentang Pajak Daerah, dan Peraturan Gubernur Nomor 18 Tahun 2012 tentang Penetapan Besaran Nilai dan Tarif Perolehan Air Permukaan Pajak Air Permukaan.

“Dalam Pasal 5 Pergub 18/2012 disebutkan, berdasarkan Surat Pendataan dan Pendaftaran Pajak Daerah (SP3D), pajak ditetapkan dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD). Nah, tarif pajak air permukaan ditetapkan sebesar 10 persen,” ungkap Jainab, Selasa (16/3).

Dasar pengenaan pajak pengambilan dan pemanfaatan air permukaan adalah Nilai Perolehan Air (NPA) dengan ketentuan, yang digunakan oleh PT Pertamina atau para kontraktornya untuk kegiatan industri pertambangan minyak dan gas bumi sebesar Rp 100 per meter kubik (m3).

Lalu yang digunakan PT PLN Persero untuk pembangkit tenaga listrik ditetapkan sebesar Rp 50 per meter kubik, serta yang digunakan PDAM ditetapkan sebesar Rp 125 tiap meter kubik.

“Sementara cara menghitung NPA adalah dengan mengalikan volume air yang diambil dengan Faktor Nilai Air dikalikan dengan Harga Dasar Air. Harga Dasar Air sendiri beda-beda. Untuk non niaga Rp 1.200 per meter kubik, niaga kecil Rp 1.000 per meter kubik, niaga besar Rp 1.300 per meter kubik, industri kecil Rp 2.000 per meter kubik, dan industri besar atau pertambangan Rp 2.500 per meter kubik. Ini semua termuat dalam Pergub 18/2012,” terang Jainab.

“Sedangkan besarnya volume air diperoleh dari hasil laporan wajib pajak dan/atau pendataan di lapangan oleh Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Aset Daerah,” imbuhnya.

Sementara itu, perusahaan pengembang kawasan industri di Halmahera Tengah, PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) belum pernah melakukan pembayaran pajak air permukaan sejak beroperasi pada 2018. Itu berarti, IWIP selaku wajib pajak dikenakan pajak terhutang.

Jainab memaparkan, pajak terhutang dalam Pergub 18/2012 Pasal 6 dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak secara progresif.

“Pembayaran pajak bisa dilakukan dengan system self assesment maupun system official assesment dengan menggunakan SKPD. Untuk keterlambatan pembayaran pajak akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2 persen sebulan dari pokok pajak yang harus dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 bulan,” papar Jainab.

Menurut Jainab, tanda tanya yang dilontarkan Komisi III DPRD disebabkan adanya miskomunikasi antara legislatif dengan eksekutif saja.

“Jadi miskomunikasi saja. Tapi prinsipnya, kami melakukan penagihan pajak tetap berdasarkan regulasi,” tandasnya.