Tandaseru — Posisi media dan wartawan dalam Pemilu dan Pilkada tak jarang menjadi polemik di tengah-tengah masyarakat. Hal ini diungkapkan Direktur Lembaga Strategi Komunikasi dan Politik (Leskompol) Maluku Utara Dr. Helmi Alhadar.

Menurut Helmi, posisi media dan wartawan berkaitan erat dengan harapan masyarakat, dimana masyarakat menginginkan agar pers betul-betul berada dalam posisi netral dalam menjalankan tugas dan fungsi sebagai jurnalis.

Helmi bilang, pada kontestasi Pilkada seperti Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati, masyarakat tentu membutuhkan pendidikan politik lewat informasi yang berkualitas, dan itu disajikan oleh media massa.

Untuk itu, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Maluku Utara menilai, independensi wartawan dalam mengumpulkan data guna menyajikan sebuah informasi kepada masyarakat, harus benar-benar sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah diatur dalam kode etik jurnalis.

Pada Pilpres 2019 lalu, lanjut Helmi, masih melekat benar di benak masyarakat bagaimana Prabowo sempat mengekpresikan kekesalannya terhadap media dan wartawan yang dianggap tidak netral dalam melakukan peliputan terhadap pergerakan massa yang terjadi di Monas kala itu. Alhasil, pemberitaan media dianggap tidak sesuai fakta terkait dengan jumlah massa yang saat itu menggelar aksi.

Saat ini, Helmi bilang, dinamika serupa juga terjadi dimana-mana, termasuk di Maluku Utara kini.

“Menurut Thomas Kunz (1962), kita sekarang berada dalam situasi yang membingungkan, dimana terjadi perubahan nilai-nilai kebenaran universal. Sehingga, nilai benar dan salah sudah sangat tipis dan kabur,” ujarnya.

Menengok sejarah pers, sambung Helmi, saat ini pers Indonesia mengalami tiga masa. Pertama, pers obyektif, dimana nilai idealisme menjadi pijakan untuk para wartawan bekerja dangan nilai-nilai kebenaran dan obyektif. Artinya, wartawan menghasilkan berita berdasarkan fakta obyektif.

Kedua, zaman modern, dimana pers bekerja berdasarkan nilai tukar. Ketiga, zaman post modern dan post truth, menunjukkan posisi berdiri pers berdasarkan tanda dimana dia berada.

Oleh karena itu, Helmi berharap, media di Indonesia, khususnya di Maluku Utara harus sadar akan fungsinya sebagai pencerah dan pendidik. Begitupun dengan masyarakat, agar tetap kritis terhadap media dan wartawan yang menyajikan informasi untuk dikonsumsi.